JAKARTA, KOMPAS.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat perlambatan transaksi kripto. Penurunan ini terjadi setelah muncul kebijakan tarif dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Kepala Eksekutif Inovasi dan Keuangan Digital (IAKD) OJK Hasan Fawzi menyebut tren ini mengikuti kondisi global.
Aset kripto Bitcoin masih bertahan. Tidak mengalami penurunan tajam seperti instrumen keuangan lain yang terdampak kebijakan tarif dari Trump.
"Artinya memang investor menahan diri untuk secara aktif melakukan transaksi," kata Hasan usai acara Launching OJK Infinity 2.0 dan penandatanganan kesepahaman bersama antara Kemenparekraf/Bekraf dan OJK, Kamis (24/4/2025).
Baca juga: OJK Infinity 2.0 Resmi Meluncur, Fokus di Blockchain hingga Sapi Perah
Ia memperkirakan transaksi akan membaik bulan ini. Optimisme investor mulai kembali.
"Kemungkinan akan ada pembalikan sejalan dengan pembalikan dari tingkat harga acuan bitcoin misalnya sebagai aset kripto terbesar," imbuh dia.
Ia menyebut sebagian investor kini melihat aset kripto, terutama yang likuid, sebagai instrumen yang lebih aman dibandingkan aset lainnya.
Aset kripto dinilai lebih stabil menghadapi gejolak ekonomi. Termasuk saat pasar merespons kebijakan tarif dari Trump.
"Jadi menurut saya ini fenomena biasa dan memang terjadi di hampir semua aset kelas, kecuali mungkin safe haven seperti komoditas emas," sebut dia.
Baca juga: OJK: Hak Kekayaan Intelektual Bisa Jadi Jaminan Pinjaman
OJK mencatat, nilai transaksi aset kripto sepanjang Februari 2025 mencapai Rp 32,78 triliun. Angka ini turun tipis 2,7 persen dibandingkan Februari 2024 yang sebesar Rp 33,69 triliun.
Jumlah konsumen aset kripto naik 3 persen dari bulan sebelumnya. Per Maret 2025, jumlahnya mencapai 13,31 juta.
Tercatat 1.396 aset kripto dapat diperdagangkan hingga Maret 2025.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini