Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Nur Rianto
Dosen dan Peneliti

Al Arif merupakan dosen dan peneliti di UIN Syarif Hidayatullah dan CSEAS Indonesia

Kedaulatan Pangan dan Kebangkitan Ekonomi

Kompas.com - 20/05/2025, 14:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HARI Kebangkitan Nasional yang diperingati setiap 20 Mei, bukan sekadar seremoni atau napak tilas sejarah.

Ia adalah momen refleksi kolektif bangsa Indonesia atas perjuangan panjang menuju kemerdekaan, serta panggilan untuk membangkitkan kembali semangat nasionalisme, kemandirian, dan keberdayaan dalam menjawab tantangan zaman.

Di tengah ancaman krisis pangan global, perubahan iklim, dan ketidakpastian ekonomi dunia, semangat kebangkitan hari ini perlu diarahkan pada upaya strategis, yaitu mewujudkan kedaulatan pangan sebagai fondasi kebangkitan ekonomi Indonesia.

Kedaulatan pangan bukan sekadar soal swasembada beras atau stok gudang logistik. Ia mencakup hak negara dan rakyat untuk menentukan kebijakan pangan secara mandiri, berpihak pada petani, nelayan, dan pelaku usaha tani lokal, serta memastikan akses pangan bergizi bagi seluruh warga negara.

Mengapa kedaulatan pangan ini penting? Karena bangsa yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri akan terus bergantung pada negara lain. Pada akhirnya, rentan terhadap krisis, manipulasi harga global, dan fluktuasi geopolitik.

Sebaliknya, kedaulatan pangan adalah pilar utama bagi kemandirian ekonomi nasional.

Baca juga: Reformasi dan Repot Nasi

Indonesia dikenal sebagai negeri agraris yang subur dan kaya hasil bumi. Namun ironinya, sebagian besar kebutuhan pangan pokok masih mengandalkan impor.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada 2024, Indonesia masih mengimpor lebih dari 4,52 juta ton beras, 11,46 juta ton gandum, serta komoditas strategis lain seperti kedelai, gula, dan jagung.

Ketergantungan ini menunjukkan lemahnya sistem produksi dalam negeri, mulai dari terbatasnya lahan pertanian produktif, ketidakstabilan harga pupuk dan benih, hingga rendahnya regenerasi petani.

Meskipun pada periode Januari – Juni 2025, diperkirakan Indonesia akan mengalami surplus beras sebanyak 3,33 juta ton.

Petani dan nelayan, yang seharusnya menjadi pahlawan pangan, justru berada pada posisi paling rentan. Upah yang tidak sebanding, akses pembiayaan yang sulit, serta tekanan perubahan iklim semakin memperparah situasi mereka.

Padahal, jika diberdayakan secara maksimal, sektor pertanian dan kelautan dapat menjadi tulang punggung ekonomi nasional yang kokoh.

Pandemi COVID-19, perang Rusia-Ukraina, dan konflik geopolitik lainnya telah mengganggu rantai pasok global, termasuk pangan. Harga gandum, beras, minyak goreng, dan komoditas strategis lain melonjak drastis.

Kondisi ini menjadi pengingat pahit bahwa ketergantungan pada impor adalah risiko nyata. Namun, sekaligus menjadi peluang emas bagi Indonesia untuk membangun ketahanan dan kedaulatan pangan secara serius.

Krisis global adalah momentum untuk reorientasi kebijakan—dari konsumsi ke produksi, dari impor ke penguatan lokal, dari ekonomi ekstraktif ke ekonomi agraris berkelanjutan.

Halaman:


Terkini Lainnya
Di Tengah Rumor PHK Massal, Laba Gudang Garam Anjlok Drastis
Di Tengah Rumor PHK Massal, Laba Gudang Garam Anjlok Drastis
Industri
Menkeu Purbaya soal 17+8 Tuntutan Rakyat: Itu Suara Sebagian Kecil Masyarakat...
Menkeu Purbaya soal 17+8 Tuntutan Rakyat: Itu Suara Sebagian Kecil Masyarakat...
Ekbis
IHSG Rontok Usai Sri Mulyani Diganti: Pasar Panik atau Rasional?
IHSG Rontok Usai Sri Mulyani Diganti: Pasar Panik atau Rasional?
Keuangan
Saham Emiten Rokok Meroket Usai Sri Mulyani Tak Lagi Jadi Menteri
Saham Emiten Rokok Meroket Usai Sri Mulyani Tak Lagi Jadi Menteri
Cuan
Purbaya Menkeu Baru, Industri Mebel: Momentum Memperkuat Fondasi Fiskal
Purbaya Menkeu Baru, Industri Mebel: Momentum Memperkuat Fondasi Fiskal
Industri
Soal Badan Penerimaan Negara, Menkeu Purbaya: Kayaknya Suka-suka Saya...
Soal Badan Penerimaan Negara, Menkeu Purbaya: Kayaknya Suka-suka Saya...
Ekbis
6 Strategi Menabung ala Gen Z yang Bisa Dicoba
6 Strategi Menabung ala Gen Z yang Bisa Dicoba
Keuangan
Harga Emas Melambung, Hartadinata Abadi (HRTA) Optimistis Penjualan Tumbuh hingga 60 Persen
Harga Emas Melambung, Hartadinata Abadi (HRTA) Optimistis Penjualan Tumbuh hingga 60 Persen
Cuan
Youth Chapter Hadir di Belt and Road Summit 2025, Dorong Keterlibatan Pemuda dalam Ekonomi Global
Youth Chapter Hadir di Belt and Road Summit 2025, Dorong Keterlibatan Pemuda dalam Ekonomi Global
Ekbis
Pertamina NRE Gandeng HyET Belanda Kembangkan Teknologi EBT
Pertamina NRE Gandeng HyET Belanda Kembangkan Teknologi EBT
Energi
Surya Semesta Internusa (SSIA) Tetap Bagi Dividen 30 Persen di Tengah Proyeksi Penurunan Laba
Surya Semesta Internusa (SSIA) Tetap Bagi Dividen 30 Persen di Tengah Proyeksi Penurunan Laba
Cuan
Purbaya Menteri Keuangan Baru, Indef: Dia Ekonom yang Baik...
Purbaya Menteri Keuangan Baru, Indef: Dia Ekonom yang Baik...
Ekbis
Harpelnas 2025, J Trust Bank (BCIC) Sebut Nasabah jadi Bagian Penting
Harpelnas 2025, J Trust Bank (BCIC) Sebut Nasabah jadi Bagian Penting
Keuangan
Lapangan Minyak Tua Sumatera Pecahkan Rekor Produksi 30.000 Barrel per Hari
Lapangan Minyak Tua Sumatera Pecahkan Rekor Produksi 30.000 Barrel per Hari
Energi
Hong Kong Dorong Kolaborasi Internasional, Tampilkan Peran Kunci di Belt and Road Summit 2025
Hong Kong Dorong Kolaborasi Internasional, Tampilkan Peran Kunci di Belt and Road Summit 2025
Ekbis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau