TEMUAN kerusakan lingkungan di Kawasan Raja Ampat, Papua, cukup mengkhawatirkan kita semua sebagai anak bangsa.
Bukan saja karena Raja Ampat adalah salah satu simbol "ecotourism" dan geopark yang perlu dijaga secara serius, tapi juga karena pemerintah tidak memiliki “batas” dan “boundaries” sektoral yang jelas di saat memberikan izin kepada pelaku pertambangan untuk situasi dan lokasi khusus, bahkan super khusus, seperti Raja Ampat.
Dalam hemat saya, temuan-temuan tersebut mengindikasikan beberapa hal yang semestinya menjadi concern dan perhatian pemerintah, mulai dari sekarang sampai waktu-waktu mendatang.
Baca juga: Terbukti, Ada Kolam Limbah Tambang Nikel Raja Ampat Jebol dan Cemari Laut
Pertama, pemerintah masih menganggap pertambangan sebagai sektor “anak emas” dibanding sektor lainya, tanpa memikirkan imbasnya di masa depan terhadap kawasan, meskipun aktifitas pertambangan tersebut dilakukan di kawasan konservasi berstatus khusus.
Persoalan mindset ini perlu disesuaikan dengan keadaan saat ini. Sektor ekstraktif harus dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan isu global yang sangat “concern” pada lingkungan di satu sisi.
Selain itu, beradaptasi dengan urgensi diversifikasi sektoral yang harus diupayakan pemerintah sesegera mungkin untuk menghindari ketergantungan berlebihan kepada satu sektor di sisi lain, dengan segala imbas dan risikonya untuk Indonesia.
Dengan kata lain, pemerintah perlu belajar dari kasus-kasus pertambangan nikel di Sulawesi, yang secara ekonomi dan sosial justru lebih merugikan Indonesia.
Sulawesi harus dijadikan bahan pelajaran penting di mana pemanfaatan keunggulan satu komoditas tertentu tidak semestinya mengorbankan masa depan Indonesia di waktu-waktu mendatang di berbagai bidang lainya.
Artinya, pemerintah sangat perlu menghindari terjadinya “reproduksi sosial” di Papua (meminjam istilah antropologi kritis), di mana segala persoalan yang terjadi di Sulawesi terkait dengan pertambangan nikel harus dihindari untuk terjadi kembali di Papua.
Kedua, untuk itu, aktifitas pertambangan yang diberikan izin di kawasan konservasi khusus di satu sisi dan berstatus strategis di bidang lain, seperti pariwisata, misalnya, di sisi lain, harus dikenai aturan yang jauh lebih ketat dibanding dengan aturan yang biasa diterapkan di kawasan lainya.
Jika perlu tidak hanya ketat, tapi juga dengan deretan sanksi keras dan menyakitkan.
Tujuannya agar imbas pertambangan di sekitar kawasan strategis pariwisata dan atau kawasan berstatus geopark dunia tidak membunuh potensi pariwisata di kawasan tersebut di kemudian hari.
Baca juga: Narasi Hijau Palsu: Dampak Nyata Tambang Nikel di Balik Mobil Listrik
Kelestarian alam, mulai dari biota laut, kontour lahan, bentuk asli kawasan, pola hidup masyarakat lokal, sampai pada eksistensi vegetasi di kawasan tersebut harus dipastikan terjaga dan terjamin, baik secara konstitusional maupun secara teknis operasional.
Selanjutnya ditinjau ulang dan dilakukan kajian independen khusus lanjutan yang komprehensif, sampai ditemukan formula baru dan aturan main baru yang lebih tepat serta lebih bisa diterima oleh semua pihak di satu sisi dan lebih memberikan ruang kepada Raja Ampat sebagai kawasan strategis pariwisata nasional untuk berkembang sebagaimana yang selama ini diharapkan di sisi lain.