JAKARTA, KOMPAS.com - Bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed), kembali mempertahankan suku bunga acuannya di kisaran 4,25-4,5 persen. Besaran suku bunga ini telah berlaku sejak Desember 2024.
Lantas apa dampak keputusan The Fed tersebut ke perekonomian Indonesia?
Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede mengatakan, dampak langsung bagi Indonesia dari keputusan The Fed tersebut relatif terbatas dalam jangka pendek.
Namun kebijakan ini tetap perlu diwaspadai implikasinya mengingat pergerakan suku bunga The Fed akan mempengaruhi aliran modal global, termasuk arus investasi ke negara berkembang seperti Indonesia.
Baca juga: Bitcoin Tahan Guncangan Geopolitik, Investor Tunggu Sinyal The Fed
Lebih lanjut dia menjelaskan, dampak positif dari kebijakan ini salah satunya dapat mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah yang rentan terhadap tekanan dari perubahan kebijakan moneter global.
Hal ini terbukti dari rupiah yang menguat pada perdagangan pagi ini, Jumat (20/6/2025). Melansir data Bloomberg, pukul 09.17 WIB, rupiah berada pada level Rp 16.371 per dollar AS atau menguat 34,5 poin (0,21 persen) dibanding penutupan sebelumnya Rp 16.405,5 per dollar AS.
"Keputusan The Fed mempertahankan Fed Funds Rate (FFR) membawa dampak positif bagi Indonesia," kata Josua kepada Kompas.com, Jumat.
Baca juga: Israel Serang Iran, Menko Airlangga Sebut Belum Ganggu Perekonomian Indonesia
Dengan penguatan rupiah, Bank Indonesia (BI) mendapat ruang lebih luas untuk menurunkan suku bunga acuannya (BI rate) ke depan. Dia memperkirakan, BI akan memangkas BI rate sebanyak 25 basis poin ke level 5,25 persen pada Semester II 2025.
Apabila BI rate turun, maka konsumsi dan investasi domestik akan meningkat karena penurunan BI rate akan diikuti dengan penurunan suku bunga kredit perbankan.
"Namun risiko inflasi tetap terkendali karena rupiah yang stabil membantu mengurangi tekanan inflasi impor. Meski demikian, BI tetap perlu memperhatikan faktor domestik agar inflasi tidak meningkat tajam akibat peningkatan permintaan," ungkapnya.
Baca juga: Dollar AS Tertekan, Pasar Waspada Menjelang Data Inflasi dan Ketidakpastian Tarif