Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mau Ubah Kripto Jadi Instrumen Keuangan, Ditjen Pajak Akan Sesuaikan Aturan

Kompas.com - 22/07/2025, 14:37 WIB
Isna Rifka Sri Rahayu,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menyesuaikan aturan pajak kripto atau mata uang digital.

Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Bimo Wijayanto mengatakan, penyesuaian aturan perlu dilakukan lantaran pada aturan yang ada selama ini, kripto menjadi bagian dari komoditas yang diperdagangkan, bukan instrumen keuangan.

"Dulu kami mengatur kripto itu sebagai bagian dari commodities. Kemudian ketika dia beralih kepada financial instrument, maka aturannya harus kita adjust (sesuaikan)," ujarnya saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (22/7/2025).

Baca juga: Nilai Pasar Kripto Lampaui USD 4 Triliun

Untuk diketahui, pajak kripto selama ini dikenakan pada perdagangan aset kripto karena kripto merupakan komoditas yang termasuk dalam obyek pajak.

Selain itu, penghasilan yang diterima pada saat transaksi perdagangan kripto juga memberikan tambahan kemampuan ekonomis bagi wajib pajak.

Adapun pengenaan pajak atas perdagangan aset kripto di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP) dengan peraturan pelaksana teknis melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022.

Dalam PMK tersebut, Pajak Penghasilan (PPh) yang dipungut atas transaksi aset kripto adalah PPh Pasal 22 yang bersifat final.

Bila perdagangan aset kripto dilakukan melalui platform yang terdaftar di Bappebti, PPh Pasal 22 final yang dikenakan adalah sebesar 0,1 persen.

Sementara jika perdagangan dilakukan melalui platform yang tidak terdaftar di Bappebti, tarif PPh Pasal 22 final yang berlaku atas transaksi tersebut adalah sebesar 0,2 persen.

Sedangkan untuk pengenaan PPN, penyerahan aset kripto melalui platform yang terdaftar di Bappebti dikenai PPN sebesar 1 persen dari tarif umum atau sebesar 0,11 persen.

Serta, apabila penyerahan dilakukan melalui exchanger yang tidak terdaftar di Bappebti, tarif PPN dikenakan menjadi dua kali lipat, yakni 2 persen dari tarif umum atau sebesar 0,2 persen.

Kemudian, PMK tersebut direvisi dengan PMK Nomor 81 Tahun 2024 yang dirilis pada 18 Oktober 2024.

Baca juga: Parlemen AS Sahkan RUU Stablecoin, Industri Kripto Dapat Angin Segar

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau