Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Nur Rianto
Dosen dan Peneliti

Al Arif merupakan dosen dan peneliti di UIN Syarif Hidayatullah dan CSEAS Indonesia

Urgensi Penjamin Simpanan pada Bank Emas

Kompas.com - 05/08/2025, 13:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM beberapa tahun terakhir, dunia mengalami berbagai gejolak ekonomi yang berdampak langsung pada keputusan-keputusan keuangan masyarakat.

Pandemi global, konflik geopolitik, inflasi tinggi, pelemahan nilai tukar, serta ketidakpastian kebijakan moneter menjadi pemicu utama munculnya kecenderungan masyarakat untuk beralih dari instrumen investasi konvensional ke aset lindung nilai (safe haven), salah satunya adalah emas.

Di tengah fenomena ini, bullion bank (bank emas) atau institusi keuangan yang khusus menangani simpanan, transaksi, dan investasi berbasis emas mulai menjamur di berbagai belahan dunia.

Masyarakat yang ingin menyimpan kekayaannya dalam bentuk emas kini tidak hanya bisa melakukannya secara fisik melalui perhiasan atau logam mulia, tetapi juga secara digital melalui rekening emas.

Otoritas Jasa Keuangan telah memberikan izin kepada Bank Syariah Indonesia dan Pegadaian untuk memberikan layanan sebagai bullion bank atau bank emas pada 26 Februari 2025 lalu.

Namun demikian, meningkatnya partisipasi publik dalam menyimpan emas di lembaga keuangan menimbulkan pertanyaan penting, yaitu bagaimana perlindungan terhadap simpanan emas nasabah?

Bila terjadi gagal bayar atau kebangkrutan lembaga penyimpan emas, apakah simpanan emas tersebut aman?

Baca juga: One Piece Ditindak, Ambalat Dinegosiasikan: Ironi Nasionalisme

Pertanyaan tersebut mengantarkan kita pada satu isu sentral yang akan dibahas dalam tulisan ini, yaitu urgensitas penjamin simpanan emas di bullion bank.

Penjamin simpanan ini merupakan suatu mekanisme penting dalam menjaga stabilitas keuangan, meningkatkan kepercayaan masyarakat, dan memperkuat sistem investasi berbasis logam mulia.

Bullion bank adalah lembaga keuangan yang beroperasi dalam ekosistem emas, baik dalam bentuk simpanan, pinjaman, investasi, hingga transaksi perdagangan emas secara fisik maupun digital.

Di beberapa negara, bullion bank sudah beroperasi sebagai bagian dari sistem keuangan formal, bahkan menjadi penghubung antara pasar emas global dengan investor lokal.

Kegiatan usaha bullion bank menjadi bentuk diversifikasi produk jasa keuangan yang memanfaatkan monetisasi emas sebagai sumber pendanaan dalam rangka mendukung kebutuhan pembiayaan pada rantai pasok emas di dalam negeri, mulai dari sektor pertambangan, pemurnian, manufaktur, hingga penjualan emas ke konsumen ritel.

Dengan berbagai fasilitas ini, bullion bank telah menjadi magnet baru bagi masyarakat yang menginginkan stabilitas nilai simpanan jangka panjang.

Sayangnya, meskipun bullion bank memiliki potensi besar, mereka belum sepenuhnya diatur secara komprehensif dalam sistem penjaminan simpanan seperti bank konvensional.

Di Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menjadi garda terdepan dalam melindungi dana nasabah di perbankan hingga Rp 2 miliar per nasabah per bank.

Namun, perlindungan ini belum mencakup simpanan dalam bentuk emas, terutama yang disimpan di lembaga non-bank atau bullion bank yang tidak masuk sistem pembayaran nasional.

Kondisi ini tentu menjadikan adanya risiko yang dapat muncul. Pertama, tidak ada jaminan jika bullion bank gagal bayar.

Baca juga: Utang dan Risiko Fiskal Indonesia

 

Apabila bullion bank mengalami kebangkrutan atau gagal bayar, nasabah berisiko kehilangan seluruh simpanan emasnya, karena tidak ada lembaga negara yang menjamin aset tersebut.

Kedua, perlu dibuat suatu mekanisme audit emas yang memadai. Tanpa regulasi ketat, dapat muncul risiko terjadi penyalahgunaan emas nasabah atau pencatatan fiktif.

Ketiga, risiko terjadinya fraud dan kejahatan siber. Dalam rekening emas digital, risiko pencurian data, manipulasi saldo, hingga hilangnya akses akun sangat mungkin terjadi, terlebih jika tidak dilengkapi sistem keamanan yang canggih dan regulasi pengawasan negara.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau