JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan telah merampungkan seluruh proses analisis atas rekening dormant atau tidak aktif yang diblokir sementara sejak 15 Mei 2025.
Proses ini selesai pada 31 Juli 2025 dan menghasilkan peta risiko atas 122 juta rekening dormant yang terdampak.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, mengatakan peta risiko tersebut menjadi dasar pengelompokan rekening dormant berdasarkan tingkat risiko, tanpa mengungkap informasi nasabah secara individual.
Baca juga: PPATK Klaim Deposit Judol Berkurang Sejak Ada Pemblokiran Rekening Nganggur
“Proses di PPATK sudah selesai. Selanjutnya, mekanisme aktivasi kembali sepenuhnya berada di masing-masing bank, sesuai kebijakan internal mereka. Kami terus mendorong percepatan layanan ini, sambil memastikan bahwa ke depan rekening yang dilepas benar-benar aman dari potensi penyalahgunaan,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Sejak Mei 2025, PPATK secara bertahap telah memberikan arahan resmi kepada perbankan untuk melakukan pencabutan penghentian sementara transaksi (cabut Hensem) atas rekening dormant, sesuai prosedur yang berlaku.
Hingga saat ini, lebih dari 100 juta rekening atau 90 persen rekening telah kembali aktif. Mayoritas rekening dormant tersebut tidak digunakan dalam kurun waktu 5 hingga 35 tahun.
Baca juga: Blokir Rekening Nganggur, PPATK Disebut Langgar 5 Undang-Undang Sekaligus
Proses aktivasi rekening sepenuhnya diserahkan kepada pihak bank sesuai dengan mekanisme dan kebijakan internal masing-masing bank.
PPATK juga telah menyiapkan sejumlah rekomendasi perbaikan penanganan dan mitigasi risiko penyalahgunaan rekening dormant, yang akan diserahkan kepada otoritas berwenang.
Sebagai langkah pencegahan, PPATK meminta perbankan proaktif memperbarui informasi identitas dan keberadaan nasabah, baik melalui tatap muka maupun online.
Proses ini merupakan bagian dari prosedur mengenali pengguna jasa atau Know Your Customer (KYC).
PPATK berharap, setelah pengkinian data, rekening nasabah terbebas dari risiko jual beli rekening, peretasan, maupun penyalahgunaan untuk tindak pidana seperti penipuan, judi online, korupsi, narkotika, dan kejahatan lainnya yang merugikan pemilik rekening serta perekonomian nasional.
Baca juga: PPATK: Dari 10 Juta Rekening yang Diajukan Kemensos, 8,3 Juta Terima Bansos
Bagi masyarakat yang rekeningnya masih berstatus dormant atau terhenti sementara, PPATK menyarankan langkah berikut:
PPATK menegaskan, kebijakan penghentian sementara bukanlah bentuk hukuman atau penghapusan hak, melainkan langkah preventif untuk melindungi dana nasabah dan menjaga stabilitas sistem keuangan.
Baca juga: Cerita Ibu Hamil yang Rekeningnya Diblokir PPATK, Tabungan Persalinan Tak Bisa Diakses
PPATK mengajak masyarakat untuk memastikan data di bank selalu mutakhir, tidak meminjamkan atau menjual identitas pribadi dan rekening, dan segera melapor jika menemukan aktivitas mencurigakan pada rekening.
“Dengan koordinasi erat antara PPATK, perbankan, regulator, dan masyarakat, kita dapat membangun sistem keuangan yang tangguh, aman, dan terpercaya,” kata Ivan.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini