Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Aliman Shahmi
Dosen

Dosen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Mahmud Yunus Batusangkar

Ilusi Kecepatan dan Realitas Keuangan Kereta Cepat Whoosh

Kompas.com - 25/08/2025, 08:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMBANGUNAN infrastruktur selalu digadang-gadang sebagai motor penggerak ekonomi nasional. Tak terkecuali proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB/Whoosh), yang sejak awal dijual sebagai simbol modernitas dan transformasi transportasi Indonesia.

Namun, di balik gemerlap laju 350 km/jam dan retorika efisiensi, kini muncul bayang-bayang gelap berupa utang raksasa senilai Rp 116 triliun.

Angka yang mencengangkan ini bukan sekadar catatan akuntansi, melainkan ancaman nyata terhadap kesehatan fiskal BUMN dan keuangan negara.

Isu hutang ini kian mengemuka setelah PT KAI bersama Danantara, sovereign fund baru, berupaya mencari skema restrukturisasi.

Dengan beban bunga yang diperkirakan mencapai Rp 2 triliun – Rp 3,5 triliun per tahun, sementara pendapatan tiket bahkan belum menutupi bunga, publik wajar bertanya: apakah proyek ini akan menjadi berkah atau justru jerat panjang yang membebani generasi mendatang?

Baca juga: Kereta Cepat dan Tantangan Valuasi Aset PT KAI

 

Inilah yang menuntut kritik tajam, naratif, dan berbasis data agar bangsa tidak terjebak dalam euforia sesaat.

Ilusi kecepatan, realitas keuangan

Kereta cepat memang menawarkan kecepatan dan gengsi. Namun, kecepatan laju tak sebanding dengan laju pendapatan.

Data okupansi rata-rata berkisar 16.000–18.000 penumpang per hari, dengan tiket rata-rata Rp 225.000. Itu berarti pendapatan kotor hanya sekitar Rp 1,5 triliun per tahun.

Bandingkan dengan bunga utang yang melampaui Rp 2 triliun—belum biaya operasional, listrik, dan perawatan.

Dengan kata lain, dari sisi arus kas, Whoosh sudah defisit, bahkan sebelum menutup ongkos rutin. Situasi ini ibarat menyalakan mesin dengan bahan bakar yang terus berkurang, sementara jalur yang ditempuh makin panjang dan menanjak.

Jika tidak segera diantisipasi, tekanan finansial akan semakin berat dan bisa mengganggu keberlanjutan operasional.

Inilah yang disebut "bom waktu" oleh banyak pengamat. Infrastruktur seharusnya menopang pembangunan, bukan justru menjadi lubang fiskal yang menggerus APBN.

Ironinya, skema awal proyek ini digembar-gemborkan tanpa jaminan pemerintah. Namun kini, ketika realitas menghantam, pintu penjaminan negara terbuka lebar. Publik berhak merasa dikhianati oleh narasi awal yang terkesan manipulatif.

Masuknya Danantara dalam wacana penyelamatan KCJB memberi dua wajah. Di satu sisi, ada harapan beban utang bisa dikelola secara profesional dengan instrumen finansial yang lebih fleksibel.

Namun, di sisi lain, tanpa strategi jelas, langkah ini hanya berpotensi memindahkan beban: dari neraca KAI ke kantong negara. Itu artinya, rakyat tetap yang menanggung, hanya saja kemasan dan mekanismenya berganti.

Baca juga: Bom Waktu Pati dan Wacana Penghapusan Pajak Bumi-Bangunan

Halaman:


Terkini Lainnya
Purbaya Menkeu Baru, Industri Mebel: Momentum Memperkuat Fondasi Fiskal
Purbaya Menkeu Baru, Industri Mebel: Momentum Memperkuat Fondasi Fiskal
Industri
Soal Badan Penerimaan Negara, Menkeu Purbaya: Kayaknya Suka-suka Saya...
Soal Badan Penerimaan Negara, Menkeu Purbaya: Kayaknya Suka-suka Saya...
Ekbis
6 Strategi Menabung ala Gen Z yang Bisa Dicoba
6 Strategi Menabung ala Gen Z yang Bisa Dicoba
Keuangan
Harga Emas Melambung, Hartadinata Abadi (HRTA) Optimistis Penjualan Tumbuh hingga 60 Persen
Harga Emas Melambung, Hartadinata Abadi (HRTA) Optimistis Penjualan Tumbuh hingga 60 Persen
Cuan
Youth Chapter Hadir di Belt and Road Summit 2025, Dorong Keterlibatan Pemuda dalam Ekonomi Global
Youth Chapter Hadir di Belt and Road Summit 2025, Dorong Keterlibatan Pemuda dalam Ekonomi Global
Ekbis
Pertamina NRE Gandeng HyET Belanda Kembangkan Teknologi EBT
Pertamina NRE Gandeng HyET Belanda Kembangkan Teknologi EBT
Energi
Surya Semesta Internusa (SSIA) Tetap Bagi Dividen 30 Persen di Tengah Proyeksi Penurunan Laba
Surya Semesta Internusa (SSIA) Tetap Bagi Dividen 30 Persen di Tengah Proyeksi Penurunan Laba
Cuan
Purbaya Menteri Keuangan Baru, Indef: Dia Ekonom yang Baik...
Purbaya Menteri Keuangan Baru, Indef: Dia Ekonom yang Baik...
Ekbis
Harpelnas 2025, J Trust Bank (BCIC) Sebut Nasabah jadi Bagian Penting
Harpelnas 2025, J Trust Bank (BCIC) Sebut Nasabah jadi Bagian Penting
Keuangan
Lapangan Minyak Tua Sumatera Pecahkan Rekor Produksi 30.000 Barrel per Hari
Lapangan Minyak Tua Sumatera Pecahkan Rekor Produksi 30.000 Barrel per Hari
Energi
Hong Kong Dorong Kolaborasi Internasional, Tampilkan Peran Kunci di Belt and Road Summit 2025
Hong Kong Dorong Kolaborasi Internasional, Tampilkan Peran Kunci di Belt and Road Summit 2025
Ekbis
KPPU Dalami Kelangkaan BBM Non-Subsidi, Jaga Agar Tidak Ada Praktik Monopoli
KPPU Dalami Kelangkaan BBM Non-Subsidi, Jaga Agar Tidak Ada Praktik Monopoli
Ekbis
Ferry Juliantono Jadi Menkop, Pelaku Usaha Ungkap Tugas yang Harus Diprioritaskan
Ferry Juliantono Jadi Menkop, Pelaku Usaha Ungkap Tugas yang Harus Diprioritaskan
Ekbis
IHSG Anjlok, Menkeu Purbaya: Saya Orang Pasar, 15 Tahun Lebih...
IHSG Anjlok, Menkeu Purbaya: Saya Orang Pasar, 15 Tahun Lebih...
Cuan
Multi Medika Internasional (MMIX) Bakal Bagi Saham Bonus untuk Investor, Simak Rasionya
Multi Medika Internasional (MMIX) Bakal Bagi Saham Bonus untuk Investor, Simak Rasionya
Ekbis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau