Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kuntoro Boga
Direktur Hilirisasi Hasil Perkebunan, Kementan

Praktisi, Peneliti dan Pengamat Pertanian

Kedaulatan dari Sebatang Cokelat

Kompas.com - 27/08/2025, 15:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SETIAP potong gigitan bar cokelat yang nikmat dan meleleh dalam mulut kita, sejatinya menyimpan kisah panjang dari kebun-kebun kakao di pedalaman nusantara, hingga pabrik-pabrik cokelat kelas dunia.

Sebatang cokelat kecil bukan sekadar camilan lezat, tapi juga potensi besar untuk menggerakkan roda ekonomi nasional sekaligus mengangkat kesejahteraan petani.

Sejarawan mencatat, biji kakao pertama kali dibawa bangsa Spanyol ke Nusantara di Minahasa, sekitar tahun 1560.

Awalnya, panen kakao hanya berskala kecil dan belum berkembang luas di Nusantara. Perubahan baru terjadi pada akhir abad ke-19, ketika perkebunan Belanda di Jawa menanam bibit unggul asal Venezuela.

Dari sinilah lahir klon kakao tahan hama, Djati Runggo, yang kemudian menyebar ke Jawa dan Sumatera.

Seiring waktu, kakao merambah berbagai wilayah, hingga kini Sulawesi menjadi tulang punggung produksi nasional, yang menyumbang sekitar 60,7 persen dari total produksi.

Baca juga: Saatnya Perkebunan Naik Kelas: Ekspor Olahan, Bukan Sekadar Mentah

Saat ini, kakao telah berakar di bumi Indonesia. Namun, di balik potensinya yang besar di mana tanah kita yang subur mampu menghasilkan biji kakao berkualitas unggul, tetapi nilai tambah terbesar justru mengalir ke tangan pihak lain.

Nilai tambah ekonomi dari pengolahan komoditas kakao belum sepenuhnya berpihak pada petani dan bangsa. Potensi yang terkandung di setiap biji kakao masih menunggu untuk diwujudkan menjadi kekuatan ekonomi bangsa yang benar-benar berdaulat.

Peran petani kecil dalam rantai pasok

Cokelat kini menjadi bagian dari gaya hidup dan selera kuliner masyarakat dunia. Di Indonesia, kita dapat menikmati berbagai produk cokelat lokal, aneka permen, es krim, kue, dan minuman cokelat di pasar dan kafe.

Cokelat sudah menjadi budaya modern dan melekat di lidah rakyat kita. Meski begitu, konsumsi cokelat domestik secara nasional masih rendah.

Data Kementerian Perindustrian tahun 2023 menggambarkan konsumsi cokelat per kapita Indonesia hanya sekitar 0,49 kg per tahun, jauh di bawah rata-rata konsumsi cokelat di dunia sekitar 2,3 kilogram per kapita.

Beberapa negara bahkan mengkonsumsi cokelat jauh lebih tinggi, seperti Swiss (11,6 kg per kapita), Austria (8,1 kg per kapita), dan Jerman (7,9 kg per kapita).

Hal ini menunjukkan bahwa pasar cokelat dalam negeri masih terbuka lebar, sehingga membangkitkan selera mengonsumsi produk lokal bisa menjadi bagian strategi nasionalisme ekonomi berbasis kakao.

Perkebunan kakao Indonesia didominasi petani kecil. Sensus Pertanian 2023 mencatat ada 10,8 juta rumah tangga petani perkebunan, banyak di antaranya mengelola kebun kakao berskala rakyat.

Para petani kakao menghadapi tantangan berat, seperti tanaman sudah menua, serangan hama dan penyakit sering terjadi, serta keterbatasan modal dan pengetahuan pertanian modern.

Baca juga: Menembus Pasar Premium Organik

 

Halaman:


Terkini Lainnya
Di Tengah Rumor PHK Massal, Laba Gudang Garam Anjlok Drastis
Di Tengah Rumor PHK Massal, Laba Gudang Garam Anjlok Drastis
Industri
Menkeu Purbaya soal 17+8 Tuntutan Rakyat: Itu Suara Sebagian Kecil Masyarakat...
Menkeu Purbaya soal 17+8 Tuntutan Rakyat: Itu Suara Sebagian Kecil Masyarakat...
Ekbis
IHSG Rontok Usai Sri Mulyani Diganti: Pasar Panik atau Rasional?
IHSG Rontok Usai Sri Mulyani Diganti: Pasar Panik atau Rasional?
Keuangan
Saham Emiten Rokok Meroket Usai Sri Mulyani Tak Lagi Jadi Menteri
Saham Emiten Rokok Meroket Usai Sri Mulyani Tak Lagi Jadi Menteri
Cuan
Purbaya Menkeu Baru, Industri Mebel: Momentum Memperkuat Fondasi Fiskal
Purbaya Menkeu Baru, Industri Mebel: Momentum Memperkuat Fondasi Fiskal
Industri
Soal Badan Penerimaan Negara, Menkeu Purbaya: Kayaknya Suka-suka Saya...
Soal Badan Penerimaan Negara, Menkeu Purbaya: Kayaknya Suka-suka Saya...
Ekbis
6 Strategi Menabung ala Gen Z yang Bisa Dicoba
6 Strategi Menabung ala Gen Z yang Bisa Dicoba
Keuangan
Harga Emas Melambung, Hartadinata Abadi (HRTA) Optimistis Penjualan Tumbuh hingga 60 Persen
Harga Emas Melambung, Hartadinata Abadi (HRTA) Optimistis Penjualan Tumbuh hingga 60 Persen
Cuan
Youth Chapter Hadir di Belt and Road Summit 2025, Dorong Keterlibatan Pemuda dalam Ekonomi Global
Youth Chapter Hadir di Belt and Road Summit 2025, Dorong Keterlibatan Pemuda dalam Ekonomi Global
Ekbis
Pertamina NRE Gandeng HyET Belanda Kembangkan Teknologi EBT
Pertamina NRE Gandeng HyET Belanda Kembangkan Teknologi EBT
Energi
Surya Semesta Internusa (SSIA) Tetap Bagi Dividen 30 Persen di Tengah Proyeksi Penurunan Laba
Surya Semesta Internusa (SSIA) Tetap Bagi Dividen 30 Persen di Tengah Proyeksi Penurunan Laba
Cuan
Purbaya Menteri Keuangan Baru, Indef: Dia Ekonom yang Baik...
Purbaya Menteri Keuangan Baru, Indef: Dia Ekonom yang Baik...
Ekbis
Harpelnas 2025, J Trust Bank (BCIC) Sebut Nasabah jadi Bagian Penting
Harpelnas 2025, J Trust Bank (BCIC) Sebut Nasabah jadi Bagian Penting
Keuangan
Lapangan Minyak Tua Sumatera Pecahkan Rekor Produksi 30.000 Barrel per Hari
Lapangan Minyak Tua Sumatera Pecahkan Rekor Produksi 30.000 Barrel per Hari
Energi
Hong Kong Dorong Kolaborasi Internasional, Tampilkan Peran Kunci di Belt and Road Summit 2025
Hong Kong Dorong Kolaborasi Internasional, Tampilkan Peran Kunci di Belt and Road Summit 2025
Ekbis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau