JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai deflasi bulanan sebesar 0,08 persen pada Agustus 2025 menjadi bukti ketahanan ekonomi nasional tetap terjaga. Menurutnya, capaian ini mencerminkan strategi pemerintah dalam mengendalikan harga berjalan efektif.
“Secara bulanan, deflasi Agustus masih dipengaruhi oleh pergerakan harga komoditas pangan. Beberapa komoditas yang berkontribusi terhadap deflasi ini antara lain tomat dan cabai rawit. Melimpahnya pasokan akibat panen raya mendorong penurunan harga komoditas-komoditas tersebut,” kata Airlangga di Jakarta, Senin (1/9/2025), dikutip dari Antara.
Ia menambahkan, turunnya inflasi juga ditopang penurunan harga bensin nonsubsidi serta tarif angkutan udara seiring program diskon tiket pesawat dalam rangka HUT Kemerdekaan ke-80.
“Kebijakan tersebut efektif menjaga daya beli serta meningkatkan mobilitas masyarakat,” ujarnya.
Baca juga: Deflasi Agustus 2025 0,08 Persen, Disumbang Harga Tomat hingga Tarif Angkutan Udara
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK) Agustus 2025 mengalami deflasi 0,08 persen (month-to-month/mtm), dengan inflasi tahunan 2,31 persen (year-on-year/yoy), masih dalam rentang sasaran 2,5±1 persen.
Inflasi inti naik tipis 0,06 persen (mtm) dan 2,17 persen (yoy), menandakan daya beli masyarakat relatif stabil. Sementara inflasi pangan bergejolak (volatile food) turun 0,61 persen (mtm), sejalan dengan target pemerintah menjaga inflasi pangan di kisaran 3–5 persen.
Airlangga mengatakan pemerintah juga berupaya menekan risiko kenaikan harga beras melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dengan target penyaluran 1,3 juta ton hingga akhir tahun.
“Untuk mendorong peningkatan produktivitas pertanian, akses pembiayaan melalui KUR sektor pertanian dan Kredit Usaha Alsintan akan terus dioptimalkan. Per Agustus, jumlah yang telah disalurkan Rp 60,93 triliun dari total alokasi Rp 287,47 triliun,” ujarnya.
Baca juga: Kemenkeu Tunda Konferensi Pers APBN KiTa dan BI Batalkan Rakornas Inflasi, Imbas Demo?
Selain menjaga inflasi, tren positif juga tercermin dari neraca perdagangan yang masih surplus sebesar 4,17 miliar dollar AS atau sekitar Rp 68,8 triliun pada Juli 2025, meningkat 1,71 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Surplus perdagangan dengan Amerika Serikat tercatat 2,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 36,3 triliun di sektor nonmigas.
Dukungan eksternal datang dari meningkatnya aktivitas manufaktur di negara mitra dagang utama serta kenaikan harga sejumlah komoditas ekspor unggulan seperti batu bara, gas alam, kelapa sawit, dan karet. Ekspor kendaraan, mesin, dan alas kaki juga mencatat pertumbuhan positif.
Baca juga: Rating PMI Manufaktur RI Naik, Anggota Komisi VII DPR: Kita Tidak Boleh Terlena
Pada saat yang sama, Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia kembali ke zona ekspansi pada Agustus 2025 dengan indeks 51,5 setelah empat bulan kontraksi.
“Kembalinya PMI manufaktur ke zona ekspansi menunjukkan terus membaiknya kondisi ekonomi domestik dan optimisme pelaku usaha. Hal ini seiring membaiknya daya beli masyarakat dan mendukung pertumbuhan produksi pada periode mendatang,” tutur Airlangga.
Ke depan, pemerintah berencana menjaga momentum pemulihan ekonomi melalui Kredit Industri Padat Karya serta mendorong konsumsi produk lokal lewat program Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas).
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi India 7,8 Persen, di Luar Ekspektasi
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini