JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua IM57+ Institute Lakso Anindito meminta proses penegakan hukum terhadap polisi yang melindas ojek online (ojol) hingga dua orang menjadi korban tidak hanya berhenti pada proses etik saja, tapi harus masuk ke proses pidana.
"Saya meminta proses penyelesaian atas meninggalnya dua orang ini tidak diselesaikan hanya melalui pendekatan etik saja. Tapi pihak kepolisian harus melakukan proses penyidikan secara menyeluruh untuk bisa meminta pertanggungjawaban secara pidana," kata Lakso dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (29/8/2025).
Baca juga: 7 Anggota Brimob Penabrak Ojol hingga Tewas Ditahan di Polda Metro Jaya
Bahkan bila perlu, kata Lakso, Presiden Prabowo Subianto harus turun tangan dengan membentuk tim khusus yang bersifat independen.
Tim khusus ini untuk menelisik rangkaian kekerasan dalam demonstrasi secara menyeluruh.
"Apakah memang ada pihak-pihak dari kepolisian dan pihak-pihak lain yang harus dimintakan pertanggungjawaban, dan kalau bisa dalam tataran penegakan hukum pidana," jelas dia.
Baca juga: Pangkormar Perintahkan Marinir Bantu Amankan Demo Ojol di Markas Brimob Kwitang
Terlebih menurutnya, demo ini terjadi karena kegagalan respons pemerintah terhadap masalah rakyat, termasuk dalam menanggapi kenaikan harga beras, kenaikan gaji DPR, tunjangan rumah untuk wakil rakyat, dan sebagainya.
"Jadi ini merupakan satu bentuk reaksi yang menurut saya tidak pantas dilakukan oleh pemerintah," ucap dia.
Baca juga: Pascademo yang Tewaskan Ojol, Puan: DPR Berkomitmen untuk Terus Berbenah Diri
Oleh karenanya, ia meminta pertanggungjawaban kepada Presiden RI dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Lakso menyampaikan, pertanggungjawaban Kapolri diperlukan karena brutalitas sudah terjadi.
Brutalitas aparat merupakan rangkaian dari kekerasan yang sudah terjadi sebelumnya.
"Jadi saya meminta kepada Pak Presiden untuk bertanggung jawab dan secara gentle bertanggung jawab atas segala yang terjadi pada kondisi hari ini. Karena tanpa hal tersebut, transparansi dan akuntabilitas tidak akan terjadi," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, massa dari berbagai elemen berkumpul di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (25/8/2025).
Aksi yang dikenal sebagai demo 25 Agustus 2025 ini berlangsung sejak pagi, membawa beragam tuntutan mulai dari isu RUU Perampasan Aset hingga protes atas kenaikan tunjangan DPR.
Aksi kemudian berlanjut pada Kamis (28/8/2025).
Massa kembali berkumpul di sekitar Gedung DPR RI sejak siang.