JAKARTA, KOMPAS.com - Eks Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer menyebutkan, tiga mobil mewah yang ada di rumah dinasnya memang dipindahkan setelah dia terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Noel, sapaan akrabnya, menilai pemindahan mobil itu wajar karena anak-anaknya ketakutan setelah adanya OTT KPK.
“Ya wajar ya anak-anak saya pada ketakutan,” kata Noel usai diperiksa di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (2/9/2025).
Baca juga: Immanuel Ebenezer Mengaku Tak Sembunyikan Mobil, Janji Serahkan ke KPK
Noel juga membantah bahwa orang terdekatnya menyembunyikan mobil mewah tersebut.
Dia berjanji akan menyerahkan mobil-mobil yang sedang dicari KPK.
“Enggak kita umpetin dan kita akan kembalikan,” ujarnya.
Tiga mobil itu adalah Land Cruiser, Mercy, dan BAIC.
Sejauh ini, baru mobil bermerek Land Cruiser yang sudah diserahkan kepada KPK.
Baca juga: Immanuel Ebenezer Mengaku Salah dan Menyesal karena Korupsi
Meski demikian, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo tidak mengungkap pihak yang menyerahkan satu unit mobil tersebut ke Gedung Merah Putih.
Dia mengatakan, penyidik masih mencari dua mobil lainnya dan mengimbau kepada pihak yang memindahkan dua mobil tersebut untuk kooperatif dengan segera menyerahkan ke KPK.
“Karena memang aset-aset itu dibutuhkan dalam proses pembuktian perkara ini sekaligus sebagai upaya awal KPK dalam asset recovery,” ujar Budi.
Baca juga: Tampil Perdana Usai Ditahan KPK, Immanuel Ebenezer: Penyidiknya Luar Biasa
KPK menetapkan Noel dan 10 orang lainnnya sebagai tersangka kasus korupsi pemerasan pengurusan sertifikat kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) setelah operasi tangkap tangan pada Rabu (20/8/2025).
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan, Noel diduga menerima Rp 3 miliar dari praktik pemerasan pengurusan sertifikat K3 di Kemenaker.
Baca juga: Immanuel Ebenezer soal HP di Plafon Rumah Dinas: Punya Pembantu Saya
"Sejumlah uang tersebut mengalir kepada pihak penyelenggara negara yaitu Saudara IEG (Immanuel Ebenezer) sebesar Rp 3 miliar pada Desember 2024," kata Setyo dalam konferensi pers, Jumat (22/8/2025).
Setyo menjelaskan, dalam perkara ini, KPK menduga ada praktik pemerasan dalam pengurusan sertifikasi K3 yang menyebabkan pembengkakan tarif sertifikasi.