Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota DPR: Pemenjaraan Warga Maba Sangaji Bukti Sistem Peradilan Gagal!

Kompas.com - 23/10/2025, 13:47 WIB
Tria Sutrisna,
Danu Damarjati

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi XIII DPR menilai vonis penjara terhadap 11 warga adat Maba Sangaji, Halmahera Timur, Maluku Utara, sebagai bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang memperjuangkan hak atas tanah leluhur mereka.

Wakil Ketua Komisi XIII DPR Andreas Hugo Pareira mengatakan, vonis Pengadilan Negeri Soasio, Tidore Kepulauan, terhadap warga yang menolak aktivitas tambang nikel di wilayahnya mencerminkan kegagalan hukum dalam melindungi hak masyarakat adat.

“Tentunya ini sangat disayangkan. Vonis hukum bagi warga yang mempertahankan tanah adat mereka sendiri menunjukkan gagalnya sistem peradilan dalam membela hak-hak masyarakat,” ujar Andreas dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Kamis (23/10/2025).

Baca juga: Kriminalisasi Masyarakat Adat Maba Sangaji dan Gagalnya Negara Menegakkan HAM

Andreas menegaskan bahwa setiap tindakan warga dalam mempertahankan ruang hidupnya tidak seharusnya dikriminalisasi.

Dia pun menyoroti putusan pengadilan yang tidak mengakui warga Maba Sangaji sebagai pembela hak atas lingkungan hidup.

Putusan tersebut, lanjut Andreas, membuktikan lemahnya harmonisasi hukum UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan UU Minerba.

“Negara seharusnya memastikan bahwa hukum tidak digunakan untuk membungkam partisipasi masyarakat, terutama kelompok adat yang rentan terhadap tekanan struktural dan korporasi,” kata Andreas.

Baca juga: Aksi Tuntut Pembebasan 11 Masyarakat Adat Maba Sangaji di Kejati Maluku Utara Nyaris Ricuh

Regulasi lindungi investasi, masyarakat adat?

Politikus PDI-P itu menambahkan, kasus Maba Sangaji ini juga mencerminkan tumpang tindihnya regulasi dan belum berpihaknya sistem hukum pada keadilan ekologis.

“Regulasi pertambangan memberikan perlindungan kuat bagi investasi, sementara regulasi lingkungan dan hak masyarakat adat masih bersifat deklaratif tanpa mekanisme perlindungan yang efektif,” jelas Andreas.

Oleh karena itu, Komisi XIII mendorong pemerintah dan lembaga peradilan mengevaluasi penerapan Pasal 162 UU Minerba, yang kerap digunakan untuk menjerat warga penolak tambang.

“Pasal ini seringkali menimbulkan potensi kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang memperjuangkan ruang hidupnya,” kata Andreas.


Dia juga meminta Mahkamah Agung dan Komnas HAM mengkaji putusan Pengadilan Negeri Soasio agar asas-asas hak asasi manusia tidak diabaikan, termasuk hak atas lingkungan dan hak atas peradilan yang adil.

“Negara harus berdiri di sisi keadilan, menjamin hak-hak masyarakat adat untuk mempertahankan ruang hidupnya, serta memastikan pembangunan ekonomi tidak menegasikan nilai kemanusiaan dan kelestarian lingkungan,” ucap Andreas.

“Jangan ada kriminalisasi bagi warga yang membela, berjuang, dan mempertahankan hak-hak adat mereka, termasuk hak atas tanah leluhur mereka,” pungkasnya.

Baca juga: Sidang 11 Warga Adat Maba Sangaji Dilaksanakan Daring, Keluarga Sempat Dibuat Bingung

Apa yang terjadi pada 11 warga Maba Sangaji?

Diberitakan sebelumnya, kasus ini bermula ketika puluhan warga adat Maba Sangaji menggelar aksi penolakan terhadap aktivitas tambang nikel di Halmahera Timur pada 18 Mei 2025.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau