JAKARTA, KOMPAS.com — Transaksi jual beli mobil bekas secara langsung antara individu kini makin marak karena dianggap lebih praktis dan bisa mendapatkan harga lebih murah. Namun di balik keuntungan tersebut, ada risiko besar yang mengintai.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengingatkan bahwa transaksi antarpribadi cenderung minim perlindungan hukum dan tidak memiliki standar inspeksi seperti halnya pembelian di showroom bersertifikat.
Baca juga: Jangan Lagi Disebut Juru Parkir Liar, Tapi Pelaku Pemerasan
Menurut Staf Pengaduan YLKI, Arianto Harefa, penjualan mobil bekas antarpribadi rentan menimbulkan kerugian bagi konsumen karena tidak ada lembaga yang memverifikasi kondisi kendaraan maupun keabsahan dokumen sebelum transaksi dilakukan.
“Kalau jual beli dilakukan antarpribadi, tidak ada mekanisme sertifikasi atau pemeriksaan teknis yang menjamin mobil tersebut dalam kondisi layak pakai. Konsumen berpotensi tertipu, baik dari segi kondisi mesin, odometer, maupun pajak yang belum dibayar,” ujarnya kepada Kompas.com, Senin (13/10/2025).
Arianto menambahkan, YLKI sering menerima pengaduan dari masyarakat yang merasa dirugikan setelah membeli mobil bekas secara langsung.
Fakta Ayla bekas dibanderol Rp 66,5 juta negoKasus yang kerap muncul antara lain mobil bermasalah pada mesin setelah beberapa minggu dipakai, atau ditemukan adanya tunggakan pajak kendaraan yang sebelumnya tidak diinformasikan oleh penjual.
Ia menilai, pembelian melalui showroom yang sudah bersertifikat relatif lebih aman karena ada proses inspeksi dan dokumentasi yang lebih jelas. Meski begitu, konsumen tetap perlu memastikan reputasi showroom serta membaca detail perjanjian jual beli sebelum menandatangani transaksi.
“Kami mendorong agar pemerintah membuat kebijakan sertifikasi bagi showroom mobil bekas. Dengan adanya sertifikasi, risiko konsumen membeli mobil tidak sehat bisa diminimalisir,” kata Arianto.
Ia juga mengimbau masyarakat agar tidak tergiur harga murah tanpa melakukan pengecekan menyeluruh.
Konsumen sebaiknya memeriksa kondisi fisik kendaraan, mencocokkan nomor rangka dan mesin dengan dokumen STNK dan BPKB, serta memastikan tidak ada tunggakan pajak sebelum melakukan pembayaran.
Baca juga: Curhat Pemilik Suzuki Ertiga GX AT 2016 Setelah 147.000 Km
“Kehati-hatian adalah bentuk perlindungan terbaik. Jangan sampai niat membeli mobil hemat justru berujung pada kerugian besar,” kata Arianto.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang