SEMARANG, KOMPAS.com - PT Sri Rejeki Isman Tbk, yang lebih dikenal dengan Sritex, meminta kepada kurator untuk segera melayangkan permohonan going concern agar perusahaan tetap dapat beroperasi.
Permohonan ini dianggap krusial untuk mempertahankan kegiatan usaha Sritex di tengah situasi sulit yang dihadapinya.
Going concern adalah asas kelangsungan usaha yang biasa digunakan dalam akuntansi, berkaitan dengan laporan keuangan suatu perusahaan.
Baca juga: Bahan Baku Sritex Menipis, 50.000 Buruh Terancam PHK
Dalam praktik bisnis, going concern berfungsi sebagai parameter untuk memperkirakan kemampuan suatu usaha dalam mempertahankan operasionalnya dalam jangka waktu tertentu.
Direktur Keuangan Sritex, Welly Salam, dalam pernyataannya di Pengadilan Niaga Semarang, mengatakan bahwa kuasa hukum Sritex telah meminta adanya upaya going concern.
"Mendesaknya going concern untuk memberikan kesempatan kepada Sritex menjaga keberlangsungan usahanya dan memastikan nasib ribuan buruh yang bekerja di Sritex," kata Welly, Jumat (15/11/2024).
Baca juga: Penyebab PT Sritex Dinyatakan Pailit oleh Pengadilan
Baca juga: 814 Buruh Pabrik Rambut Palsu di Kulon Progo Alami PHK, Apa Penyebabnya?
Welly juga meminta hakim pengawas untuk mempertimbangkan kondisi Sritex dengan hati nurani.
Ia mengibaratkan situasi perusahaan saat ini seperti 'orang sehat yang tiba-tiba dirampas haknya untuk menghirup udara segar'.
""Nasib kami kira-kira seperti orang sehat yang tiba-tiba ditutup kepalanya dengan kantong plastik," ucapnya.
Baca juga: Cerita Warga soal Kabar PT Sritex yang Dinyatakan Pailit
Dukungan terhadap upaya going concern juga datang dari Koordinator Serikat Pekerja Sritex Grup, Slamet Kaswanto.
Ia menekankan pentingnya agar bahan baku perusahaan dapat terus masuk.
"Kalau bahan baku habis, belum ada upaya untuk melakukan going concern, tentunya akan mengakibatkan buruh itu menjadi dirumahkan, dan besar kemungkinan akan di-PHK," kata Slamet.
Baca juga: Pasca-dinyatakan Pailit, Bahan Baku PT Sritex Disebut Tinggal untuk Produksi Tiga Pekan
Dirinya berharap agar asas keberlangsungan usaha diterapkan, sehingga dampak yang diderita para buruh tidak semakin berat.
"Harapannya, buruh-buruh ini bisa bekerja selama proses kepailitan berjalan, sambil menunggu upaya kasasi yang dilakukan oleh pihak debitur," kata dia.
Sementara itu, perwakilan kreditur, Horas Silaban, juga mempertanyakan mengapa pihak kurator belum mengajukan going concern kepada hakim pengawas.
Menurutnya, perusahaan terancam tidak dapat beroperasi jika permohonan tersebut tidak segera diajukan.
"Kalau tak segera diajukan, otomatis perusahaan tidak bisa berjalan. Buruh-buruh tidak digaji, kami vendor-vendor tidak dapat pekerjaan lagi," tegasnya.
Baca juga: Rencana Ombudsman RI, Permintaan Klarifikasi Ditjen Pajak, dan Harapan UD Pramono...
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini