KEBUMEN, KOMPAS.com - Rencana implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) pada Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mendapat penolakan dari Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Kebumen.
Ketua PBH Peradi Kebumen, Erica S. Lestara, mengatakan skenario implementasi KRIS ini justru akan merugikan peserta JKN secara keseluruhan, khususnya dari sisi skema pembayaran iurannya.
Dengan kebijakan ini, khususnya untuk peserta JKN kelas 3, akan mengalami kenaikan besaran iuran.
Baca juga: Jokowi Absen di Hari Bhayangkara ke-79, Ajudan: Sedang Liburan Bersama Keluarga
Peserta kelas 3 dipaksa untuk naik menjadi peserta kelas 2, dan artinya harus merogoh kocek lebih dalam.
Hal ini tentu akan sangat memberatkan peserta kelas 3, khususnya untuk kategori peserta mandiri.
“Kami di sini sebagai lembaga yang concern pada perlindungan konsumen, akan secara konsisten menyuarakan penolakan kebijakan yang merugikan masyarakat,” ungkap Erica dalam keterangan resminya pada Rabu (2/7/2025).
PBH Peradi Kebumen menolak implementasi KRIS karena dapat menimbulkan berbagai persoalan bagi masyarakat yang merupakan peserta Program JKN.
Lebih lanjut, Ketua PBH Peradi Kebumen juga mengutarakan konsekuensi logis apabila disamakan kelasnya akibat kebijakan KRIS ini, maka semua rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan juga harus menyesuaikan ruang rawat inapnya.
Imbasnya, akan terjadi penurunan jumlah tempat tidur di rumah sakit.
Hal ini berpotensi memperburuk masalah akses layanan kesehatan, khususnya pada pelayanan rawat inap di rumah sakit.
“Alih-alih memperbaiki apa yang selama ini masih kurang, justru KRIS ini malah membuat masyarakat semakin sulit akses pelayanan kesehatan,” ujarnya.
Menurut Erica, dari sisi regulasi, istilah KRIS mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) No. 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan.
Jika ditelisik di dalam UU tentang SJSN dan Perpres 59/2024 tersebut, tidak satu pun kata atau bahkan kalimat yang secara eksplisit menyebutkan adanya penghapusan variasi kelas rawat inap 1, 2, dan 3 bagi peserta JKN.
“Tampaknya pemerintah kurang pas dalam menafsirkan dan memformulasikan terminologi KRIS ke dalam program JKN," tuturnya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini