SEMARANG, KOMPAS.com - Sidang kasus pemerasan dan perundungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip) mengungkap fakta baru.
Sidang yang menghadirkan saksi ahli digital forensik dari Laboratorium Forensik (Labfor) Polda Jawa Tengah, Fajar, mengungkap isi percakapan di dalam telepon para residen.
Salah satunya adalah pesan WhatsApp berisi aturan untuk peserta PPDS agar menyalakan ponsel 24 jam.
"HP dilarang keras off, 24 jam on. Setiap ada pesan WA harus segera respons," kata Fajar saat menjadi saksi di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (16/7/2035).
Baca juga: Ibu Bunuh Bayinya di Makassar dengan Toples Kini Dirawat di RS Jiwa, Sering Mengamuk dan Halusinasi
Dia menyebut bahwa pihaknya telah memeriksa 25 ponsel yang disita dari para saksi.
"Ada telepon segera angkat. Jika menelepon senior lalu tidak diangkat, maksimal batas telepon tiga kali," ujarnya.
Selain itu, Fajar mengungkap adanya pesan terkait pasal anestesi dan tata krama di PPDS Undip yang sempat menjadi perbincangan beberapa waktu yang lalu.
"Pasal satu, senior selalu benar. Dua, bila senior salah kembali ke pasal 1. Tiga, hanya ada 'ya' dan 'siap'. Empat, yang enak hanya untuk senior. Lima, bila junior dikasih enak, tanya kenapa. Enam, jangan pernah mengeluh karena semua pernah mengalami. Tujuh, jika masih mengeluh, siapa suruh masuk anestesi?" ungkap Fajar.
Kasus ini mencuat setelah meninggalnya dokter Aulia Risma Lestari, yang memicu perhatian publik terhadap dugaan praktik perundungan dan pemerasan di lingkungan PPDS FK Undip.
Setelah insiden tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menghentikan sementara kegiatan praktik PPDS Anestesi di RSUP Dr. Kariadi, Semarang.
FK Undip dan pihak RSUP Kariadi mengakui adanya perundungan yang dialami korban selama menjalani pendidikan.
Ibunda korban, Nuzmatun Malinah, telah melaporkan sejumlah senior ke Polda Jawa Tengah.
Dalam proses hukum yang berjalan, penyidik menetapkan tiga tersangka: Taufik Eko Nugroho (TEN), eks Kaprodi PPDS Anestesiologi; Sri Maryani (SM), staf administrasi PPDS; dan Zara Yupita Azra (ZYA), dokter senior dan terdakwa dalam sidang perdana.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini