SAMARINDA, KOMPAS.com – Rencana pemerintah memangkas Transfer ke Daerah (TKD) menjadi Rp 650 triliun pada 2026 dinilai bakal menyulitkan pemerintah daerah (pemda) dalam menjalankan program pembangunan di Kalimantan Timur.
Pengamat Ekonomi Universitas Mulawarman, Purwadi, menilai kondisi itu harus diantisipasi sejak dini dengan menata ulang prioritas anggaran dan mengoptimalkan pendapatan asli daerah (PAD).
“Pembiayaan kebutuhan primer seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar tetap harus jadi prioritas,” kata Purwadi, Selasa (26/8/2025).
Baca juga: Nenek Endang Diduga Langgar Hak Siar Liga Inggris hingga Disomasi Rp 115 Juta, Ini Tanggapan Polda
Menurutnya, penurunan TKD yang cukup drastis membuat pemda tidak bisa hanya mengandalkan dana transfer pusat.
Ada banyak sumber penerimaan alternatif yang bisa digali, terutama dari sektor usaha daerah.
Purwadi menyoroti kinerja Perusahaan Umum Daerah (Perusda) di Kaltim yang hingga kini belum memberikan kontribusi optimal bagi PAD.
Bahkan, sejumlah perusda justru tersandung kasus korupsi.
“Banyak perusda justru terjerat kasus korupsi. Padahal kalau dikelola profesional, perusda bisa jadi mesin PAD, apalagi di tengah kebijakan pemangkasan ini,” ujarnya.
Ia mengingatkan agar pemda lebih selektif menempatkan orang di jajaran perusda.
“Pilih yang profesional, bukan titipan. Supaya perusda bisa berperan maksimal,” tambahnya.
Selain perusda, sektor pariwisata juga disebut Purwadi memiliki potensi besar.
Ia mencontohkan sejumlah daerah lain yang mampu meraup puluhan miliar rupiah dari tiket wisata, sementara Kaltim belum menggarap secara serius.
“Pendapatan pariwisata kita masih simpang siur. Padahal di daerah lain bisa sampai puluhan miliar setahun,” ucapnya.
Potensi lain yang bisa digenjot adalah sektor perparkiran.
Menurut Purwadi, retribusi parkir bisa menjadi lumbung PAD jika dikelola dengan sistem yang transparan dan berbasis teknologi.