BALIKPAPAN, KOMPAS.com – Pemerintah Kota Balikpapan menegaskan bahwa penyesuaian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun 2025 tidak dimaksudkan untuk membebani masyarakat.
Kepala BPPDRD Balikpapan, Idham mengatakan, meski ada penyesuaian tarif, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) masih berada di kisaran 70–80 persen dari harga pasar.
Baca juga: Pemkot Balikpapan Klarifikasi Isu Kenaikan PBB-P2 3.000 Persen: Karena Kesalahan Teknis
“Misalnya harga pasar Rp 100 juta, NJOP kita tetapkan sekitar Rp 80 juta. Jadi masih di bawah harga sebenarnya,” kata Idham kepada wartawan, Kamis (28/8/2025).
Penentuan NJOP, lanjut dia, dilakukan berdasarkan survei harga tanah di lapangan, transaksi notaris, serta data dari platform jual beli properti.
Nilai rata-rata yang dihimpun kemudian dijadikan dasar klasifikasi NJOP sesuai ketentuan Kementerian Keuangan.
“Dengan cara ini, NJOP bisa mencerminkan perkembangan ekonomi kota tanpa langsung menyamakan dengan harga pasar,” jelasnya.
Selain itu, Balikpapan juga menerapkan tarif PBB baru yang lebih proporsional.
Jika sebelumnya tarif hanya 0,1–0,2 persen, kini dibuat bertingkat hingga maksimal 0,25 persen.
Rinciannya:
“Dulu di atas Rp 1 miliar langsung kena tarif 0,2 persen. Sekarang kita buat bertahap. Artinya justru ada penurunan untuk kelas menengah, yaitu 1–5 miliar yang dikenakan 0,15 persen,” ujar Idham.
Meski aturan baru sudah berlaku, Pemkot Balikpapan tetap memberikan penundaan kenaikan PBB 2025. Dengan kebijakan ini, ketetapan pajak untuk masyarakat umum sama seperti tahun 2024.
“Tahun lalu bahkan ada stimulus 100 persen. Tahun ini memang dikurangi, tapi penundaan tetap diberlakukan agar masyarakat tidak terbebani,” katanya.
Kebijakan ini hanya berlaku untuk wajib pajak perorangan, sedangkan hotel, industri, dan badan usaha memiliki skema berbeda. Bagi warga yang sudah terlanjur membayar, pemerintah memberikan kompensasi berupa pengurangan PBB pada tahun berikutnya.
“Jadi dianggap tabungan untuk pembayaran tahun depan. Kalau harus dikembalikan secara tunai, prosesnya akan lama,” terang Idham.
Baca juga: Bupati Semarang Resmi Batalkan Kenaikan NJOP dan PBB
Selain itu, masyarakat yang merasa keberatan karena kondisi ekonomi dapat mengajukan keringanan, baik melalui skema cicilan maupun diskon tambahan.
“Kami terbuka, wajib pajak bisa ajukan keberatan atau permohonan keringanan. Yang penting ada bukti kondisi ekonomi sedang sulit,” ucap Idham.
Dengan penjelasan ini, pemerintah berharap masyarakat memahami bahwa penyesuaian PBB dilakukan untuk menjaga keseimbangan fiskal, namun tetap memperhatikan kemampuan warga.
“Kami ingin transparan. Kalau ada ketidakwajaran, silakan lapor dan kita cek bersama,” pungkas Idham.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini