SURABAYA, KOMPAS.com - Polisi bakal memeriksa pengemudi truk bermuatan kayu yang terlibat dalam kecelakaan dengan kereta api commuterline Jenggala, di Kabupaten Gresik, Selasa (8/4/2025).
Pengemudi truk dengan nomor polisi W 8700 US itu adalah Majuri, warga Kecamatan Pucuk, Kabupaten Lamongan. Tabrakan terjadi di KM 7+600 antara Stasiun Indro dan Stasiun Kandangan.
“Proses hukum (kecelakaan commuterline dengan truk) akan segera kami gelar,” kata Kasatlantas Polres Gresik, AKP Rizki Julianda, ketika dikonfirmasi, Rabu (9/4/2025).
Baca juga: Kecelakaan Kereta Jenggala, KAI Sebut Pelintasan Sebidang Jadi Titik Rawan
Insiden itu bermula saat truk bermuatan kayu menyebrang di pelintasan kereta, Jalan Darmo Sugondo, Kelurahan Tenggulunan, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik.
Lalu, commuterline Jenggala tengah melintas di Jalan Pelintasan Langsung (JPL) 11 itu, sekitar pukul 18.35 WIB.
Masinis juga sudah membunyikan klakson untuk memperingatkan pengemudi truk.
“Truk tersebut belum sepenuhnya keluar dari rel dan hendak masuk ke Jalan Kapten Darmo Sugondo. Sehingga kondisi ini menghalangi jalur (kereta),” ucapnya.
Akan tetapi, truk bermuatan kayu tersebut tidak kunjung bergerak dari posisinya sampai kereta melintas.
Akhirnya, benturan keras antara kedua kendaraan itu pun tidak terhindarkan.
“Kereta menabrak bagian belakang trailer. Masinis, Purwo Pranoto, dan asisten masinis, Abdillah Ramdan, mengalami luka berat. Abdillah meninggal dunia saat perawatan di RS Semen Gresik,” ujarnya.
Baca juga: Saat Evakuasi, Kayu Gelondongan Menancap di Lokomotif KA Jenggala
Diberitakan sebelumnya, Manajer Humas KAI Daop 8 Surabaya, Luqman Arif, mengungkapkan bahwa kecelakaan antara Stasiun Indro dan Stasiun Kandangan telah merugikan berbagai aspek.
"Termasuk (kerugian) gangguan operasional, kerusakan sarana dan prasarana, serta yang paling utama risiko keselamatan petugas dan penumpang," kata Luqman, saat dikonfirmasi, Rabu (9/4/2025).
Luqman menyebut, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, mengatur tentang pengguna jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.
“Secara khusus, Pasal 114 menyatakan setiap pengguna jalan yang akan melewati perlintasan sebidang wajib berhenti, melihat dan mendengar, serta hanya melintas jika kondisi telah aman," ujarnya.
"Pasal 296 mengatur sanksi pidana kurungan maksimal 3 bulan atau denda maksimal Rp 750.000 bagi pelanggar yang tetap melintas meski sinyal berbunyi atau palang pintu sudah mulai turun,” katanya.
Baca juga: Kecelakaan Commuterline Vs Truk Kayu di Gresik, Asisten Masinis Meninggal