MADIUN, KOMPAS.com – Tim penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Madiun menahan Purnoko Ade (54) pada Jumat (29/8/2025) sore setelah diperiksa selama lima jam.
Ia merupakan tersangka kasus korupsi penyimpangan dana bergulir pada Lembaga Keuangan Kelurahan (LKK) Wijaya Kusuma, yang berlokasi di Kelurahan Madiun Lor, Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun, Jawa Timur.
Mengenakan rompi berwarna pink, berkacamata, dan bermasker, Purnoko digiring dua anggota TNI dan penyidik menuju mobil tahanan yang terparkir di halaman Kantor Kejari Kota Madiun.
Terkait penetapan dirinya sebagai tersangka, Purnoko tidak banyak berkomentar. Ia hanya menyatakan bahwa dirinya dalam kondisi baik dan sehat.
Baca juga: Dua Analis Kredit Bank Papua Ditahan Kejari Manokwari terkait Kasus Korupsi
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Kota Madiun, Arfan Halim, didampingi Kasi Intel, Dicky Andi Firmansyah, mengonfirmasi bahwa Purnoko ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka.
Penyidik menemukan adanya pelanggaran hukum yang menyebabkan kerugian keuangan negara.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan alat bukti yang kami peroleh, kami tetapkan ketua LKK, Purnoko Ade alias Ipung, sebagai tersangka. Hasil kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 620 juta,” kata Arfan.
Kasus ini bermula ketika LKK Wijaya Kusuma menerima bantuan dana bergulir sebesar Rp 600 juta.
Dana tersebut seharusnya dikelola dan digulirkan kembali kepada masyarakat.
Baca juga: Kejaksaan Selidiki Dugaan Korupsi Proyek Lab Dinkes Bengkulu Rp 5 Miliar
Namun, menurut Arfan, banyak pinjaman yang macet selama periode 2019-2025.
Hasil penyidikan menunjukkan bahwa pengelolaan dana bergulir tidak sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam peraturan wali kota Madiun.
“Sasaran warga yang diberikan pinjaman seharusnya adalah warga yang tidak mampu dan memiliki usaha mikro. Namun kenyataannya, pinjaman diberikan kepada masyarakat umum yang tidak memiliki usaha mikro,” ujar Arfan.
Ia menambahkan, sesuai aturan, seharusnya dilakukan analisis kredit untuk menentukan kelayakan calon peminjam.
Namun, tidak ada agunan yang diberikan calon peminjam kepada pengurus.
Bahkan, jika ada agunan, nilainya tidak sepadan dengan jumlah uang atau modal yang dipinjamkan.