Riset Akamai: AI Generatif Dorong Adopsi Layanan Edge demi AI Anti-lemot

Kompas.com - 03/09/2025, 17:32 WIB
Wahyunanda Kusuma Pertiwi

Penulis

KOMPAS.com - Sebanyak 80 persen Chief Information Officer (CIO) alias pemimpin di bidang teknologi dan informasi (TI) di Asia Pasifik, diprediksi akan beralih dari layanan cloud tradisional ke edge computing pada 2027.

Pergeseran ini didorong oleh meningkatnya penggunaan AI generatif (GenAI) yang menuntut kecepatan, efisiensi biaya, sekaligus kepatuhan terhadap regulasi lokal.

Hal ini diungkap dalam laporan riset IDC bertajuk "The Edge Evolution: Powering Success from Core to Edge" yang dilakukan untuk Akamai Technologies, perusahaan keamanan siber dan cloud asal Amrika Serikat. 

Laporan IDC tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 31 persen perusahaan di Asia Pasifik, sudah mengadopsi GenAI dalam skala produksi, sementara 64 persen lainnya masih dalam tahap uji coba atau pilot project.

Baca juga: Akamai: Ransomware Makin Ganas, Pelaku Pakai Taktik Pemerasan Empat Lapis

Sebanyak 64 persen perusahaan tersebut masih menguji GenAI, baik untuk skenario penggunaan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan maupun internal.

Namun, peningkatan penggunaan AI generatif ini menimbulkan tantangan pada infrastruktur. Cloud tradisional dianggap tidak lagi memadai karena terlalu terpusat.

Berdasarkan laporan IDC, para pemimpin IT di Asia Pasifik mengaku menghadapi sejumlah kendala ketika harus mengoperasikan infrastruktur lama untuk mendukung AI generatif, di antaranya:

  • Kompleksitas multicloud: 49 persen perusahaan mengalami kesulitan mengelola lingkungan multicloud karena inkonsistensi pada alat, fragmentasi manajemen data, dan tantangan dalam menjaga sistem tetap mutakhir pada berbagai platform.
  • Kepatuhan regulasi: 50 persen dari 1.000 organisasi teratas di Asia Pasifik, mnghadapi perubahan regulasi yang berbeda-beda dan standr kepatuhan yang terus berkembang. Hal ini menyulitkan mereka untuk beradaptasi dengan kondisi pasar serta inovasi AI.
  • Biaya: 24 persen organisasi menyebut kenaikan biaya cloud yang tidak terduga menjadi kendala utama.
  • Performa: model cloud hub-and-spoke konvensional menimbulkan latensi yang melemahkan performa aplikasi AI real time, sehingga tidak sesuai untuk beban kerja GenAI pada skala produksi.

Beberapa hambatan ini dianggap menjadi faktor pendorong adopsi layanan edge computing. 

Baca juga: Akamai: Serangan DDoS Meningkat di Asia Pasifik

Adopsi edge computing demi AI anti-lemot

Ilustrasi perusahaan mulai mengadopsi AI generatif yang mendorong evoludi edge computing.Akamai Ilustrasi perusahaan mulai mengadopsi AI generatif yang mendorong evoludi edge computing.

Edge computing adalah teknologi yang memungkinkan pemrosesan data dilakukan lebih dekat ke sumbernya (pengguna), bukan terpusat di pusat data jauh (cloud).

Artinya, data tidak perlu menempuh jarak panjang untuk diproses. Hal ini juga bisa menekan biaya.

Analoginya mirip dengan layanan administrasi publik. Misalnya, dahulu, semua urusan harus diselesaikan di kantor pusat yang bisa jadi harus ditempuh dengan jarak jauh dan ongkos yang tidak murah.

Kini pemerintah membuka cabang layanan di berbagai daerah. Dengan begitu, masyarakat tidak perlu jauh-jauh mengurus administrasi publik ke pusat, cukup datang ke kantor cabang terdekat agar lebih cepat dilayani.

Nah, dalam ekosistem AI, transmisi data yang diolah umumnya berskala besar. Sehingga, semakin panjang prosesnya, maka semakin tinggi pula potensi latensi.

Padahal, proses AI generatif ini cukup sensitif terhadap latensi dan beban data yang besar. Semakin tinggi latensi, maka pengolahan AI akan semakin lamban.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau