Lebih dari sekadar berjualan, perempuan bernama asli Wakiyem itu mengabdikan hidupnya untuk melayani dan menolong sesama dari ketinggian 3.150 meter di atas permukaan laut.
Mbok Yem meninggal dunia pada Rabu (23/4/2025) sekitar pukul 13.30 WIB di rumahnya, Dusun Dagung, Desa Gonggang, Kecamatan Poncol, Kabupaten Magetan, Jawa Timur.
Jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Umum Desa Gonggang, tempat ia mengawali dan menutup perjalanannya sebagai legenda Gunung Lawu.
Terletak hanya sekitar 115 meter dari puncak, warung miliknya menjadi salah satu warung tertinggi di Indonesia, berdiri kokoh di tengah kabut dan terpaan angin gunung.
Perjalanan menuju warung ini tak mudah. Butuh enam hingga tujuh jam pendakian melalui jalur Candi Cetho.
Tapi bagi mereka yang pernah singgah, warung itu terasa seperti "rumah", dan Mbok Yem seperti ibu sendiri.
“Saya senang bisa menolong orang yang membutuhkan di sana. Mereka tidak perlu repot dan khawatir soal makan dan minum saat berada di Puncak Lawu,” ujarnya.
Baginya, melihat pendaki tersenyum setelah makan hangat di puncak gunung sudah menjadi kebahagiaan tersendiri. Ia percaya bahwa menolong orang di tempat sulit adalah ibadah yang paling mulia.
Selain itu, bagi Mboy Yem, Gunung Lawu bukan hanya tempat berjualan, tapi juga tempat spiritual. Lokasi yang dipercaya sebagai tempat moksa Prabu Brawijaya ini menjadi ruang kontemplasi baginya.
“Pokoknya di sana itu ingatan kita hanya kepada Yang Maha Kuasa saja. Saya tidak mikir yang lain,” tuturnya dengan tenang.
Bertahun-tahun hidup dalam sunyi dan sepi, justru membuatnya merasa dekat dengan Sang Pencipta.
“Sudah tua ya, sekarang ditandu. Sudah tidak kuat seperti muda dulu. Dulu naik turun gunung menggendong barang,” kata dia.
Anak dan cucunya pernah memintanya untuk berhenti, namun Mbok Yem memilih tetap mendaki, karena baginya, hidup yang berarti adalah hidup yang memberi.
Kini, Mbok Yem telah tiada, tapi nilai-nilai yang ia tinggalkan akan terus hidup. Kebaikan hatinya, ketulusan pelayanannya, dan semangat pengabdiannya akan selalu diingat.
Ia bukan hanya penjual nasi pecel di puncak gunung—ia adalah legenda hidup yang kini abadi dalam ingatan para pendaki. (KOMPAS.com/Sukoco, Reni Susanti, Suci Wulandari Putri Chaniago, Ni Nyoman Wira Widyanti)
https://travel.kompas.com/read/2025/04/24/103705227/mbok-yem-dan-alasannya-berjualan-di-puncak-gunung-lawu