KATHMANDU, KOMPAS.com - Tentara Nepal pada Rabu (10/9/2025) mulai berpatroli di jalanan Ibu Kota Kathmandu, setelah demo yang berujung ricuh memaksa perdana menteri mundur dan gedung parlemen dibakar.
Demo Nepal awalnya digelar pada Jumat (5/9/2025) untuk menentang larangan pemerintah terhadap media sosial serta maraknya korupsi.
Namun, unjuk rasa dengan cepat meluas menjadi gelombang kemarahan nasional yang berujung pada pembakaran gedung-gedung pemerintah dan bentrokan mematikan. Sedikitnya 22 orang dilaporkan tewas.
Baca juga: Kronologi Demo Nepal: Dari Pemblokiran Medsos hingga Mundurnya PM dan Presiden
Seorang reporter AFP menyebutkan, kepulan asap masih terlihat dari gedung-gedung pemerintah, rumah politisi, supermarket, dan bangunan lain yang diserang massa. Jalanan dipenuhi kendaraan hangus serta ban terbakar.
"Hari ini sepi, tentara ada di mana-mana di jalanan," ujar seorang tentara yang enggan disebutkan namanya saat berjaga di pos pemeriksaan darurat.
Kerusuhan juga menyasar rumah Perdana Menteri KP Sharma Oli. Geng-geng dilaporkan menyerang dan membakar kediamannya pada Selasa (9/9/2025).
Politisi berusia 73 tahun itu kemudian mengundurkan diri setelah empat kali menjabat sebagai perdana menteri. Lokasi keberadaannya hingga kini tidak diketahui.
Tangkapan layar dari video AFPTV menunjukkan rumah Perdana Menteri Nepal KP Sharma Oli dibakar massa dalam demo yang berujung ricuh pada Selasa (9/9/2025). Oli pun telah mengundurkan diri dalam demo Nepal yang pecah sejak 5 September 2025."Untuk memberikan resolusi damai kepada bangsa, kami mendesak semua kelompok yang terlibat dalam protes untuk membatalkannya dan berdialog," kata Sigdel dalam pesan video pada Selasa malam.
Baca juga: Demo Nepal Memanas: 19 Korban Jiwa, Parlemen Dibakar, Istri Eks PM Tewas Terjebak Api
Krisis politik terbaru ini dinilai sebagai titik balik bagi Nepal. International Crisis Group menilai kerusuhan tersebut mencerminkan pengalaman sulit negara Himalaya berpenduduk 30 juta jiwa itu dalam menjalankan demokrasi.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres turut menyerukan pengekangan diri.
"Kami mendesak agar tidak ada eskalasi kekerasan lebih lanjut," ujar juru bicaranya, Stephane Dujarric.
Selain itu, Perdana Menteri India Narendra Modi juga menekankan pentingnya stabilitas. "Stabilitas, perdamaian, dan kemakmuran Nepal adalah yang terpenting bagi semuanya," ujarnya.
Meski begitu, arah politik Nepal masih belum jelas. "Para pengunjuk rasa, para pemimpin yang mereka percayai, dan tentara harus bersatu untuk membuka jalan bagi pemerintahan sementara," kata pengacara konstitusi Dipendra Jha.
Analis Crisis Group, Ashish Pradhan, menambahkan bahwa pengaturan transisi perlu segera dibentuk.
"Transisi harus melibatkan tokoh-tokoh yang masih memiliki kredibilitas di mata rakyat, terutama kaum muda Nepal," ucapnya.
Baca juga: Istri Mantan PM Nepal Tewas Saat Rumahnya Dibakar Demonstran
Demo Nepal dipicu kebijakan pemerintah yang memblokir 26 platform media sosial pada Jumat (5/9/2025), termasuk Facebook, YouTube, dan X.
Sejak itu, video di TikTok yang tidak diblokir menjadi viral, memperlihatkan perbandingan kehidupan rakyat biasa dengan anak-anak politisi yang kerap memamerkan barang mewah dan liburan mahal.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang