DEN HAAG, KOMPAS.com – Polisi Belanda menggunakan gas air mata dan meriam air untuk membubarkan aksi demonstrasi anti-imigrasi yang berujung ricuh di Den Haag pada Sabtu (20/9/2025).
Dalam bentrokan tersebut, sedikitnya 30 orang ditangkap dan dua petugas mengalami luka. Sejumlah demonstran dilaporkan melempari polisi dengan batu dan botol.
Menurut kantor berita Belanda ANP, sekitar 1.500 orang memblokir jalan raya utama yang melintasi kota. Demo di Belanda semakin memanas ketika sebuah mobil polisi dibakar oleh massa.
Baca juga: Demo Nepal Berakhir: Banyak yang Hancur Sia-sia, Kerugian Ditaksir Rp 2,9 Triliun
Perdana Menteri Dick Schoof mengutuk keras aksi tersebut. Ia menyebut gambaran kekerasan yang terjadi sebagai hal yang “mengejutkan, aneh, dan tak tahu malu.”
“Ini sama sekali tidak dapat diterima,” kata Schoof dalam keterangannya, sebagaimana diberitakan BBC pada Minggu (21/9/2025).
Pemimpin sayap kanan Geert Wilders, yang partainya memimpin dalam sejumlah jajak pendapat menjelang pemilu 29 Oktober mendatang, sebenarnya diundang untuk berbicara di aksi itu, namun tidak hadir.
Meski begitu, Wilders juga menolak tindakan kekerasan terhadap aparat. “Itu perbuatan orang-orang bodoh dan sama sekali tidak dapat diterima,” ujarnya.
Aksi protes tersebut digelar oleh seorang aktivis sayap kanan. Massa menuntut kebijakan imigrasi yang lebih ketat serta penindakan keras terhadap para pencari suaka.
Baca juga: Subsidi BBM Dihapus, Ekuador Dilanda Demo dan Kerusuhan
Ketegangan meningkat ketika demonstran, sebagian mengibarkan bendera Belanda maupun bendera kelompok sayap kanan, berhadapan dengan polisi.
Massa juga merusak kantor pusat partai kiri-tengah D66 yang dianggap oleh kelompok kanan sebagai representasi elit progresif.
Pemimpin D66, Rob Jetten, menyebut kerusakan di kantor partainya sangat parah. Ia mengecam aksi tersebut dan meminta massa tidak membawa partai politik ke dalam kekerasan.
“Jika kalian pikir bisa mengintimidasi kami, kalian salah besar. Kami tidak akan pernah membiarkan perusuh ekstremis merampas negara kami yang indah,” tulis Jetten melalui platform X.
Tidak ada staf partai yang berada di kantor D66 saat kerusuhan terjadi, menurut keterangan pejabat partai.
Baca juga: 50.000 Orang Demo di Turkiye, CHP Tolak Sidang Pengadilan yang Dinilai Kudeta
Kerusuhan ini terjadi di tengah situasi politik Belanda yang tidak stabil. Pemerintahan koalisi runtuh pada Juni lalu setelah Wilders menarik Partai Kebebasan (PVV) dari koalisi karena perbedaan pandangan soal migrasi.
Wilders sebelumnya mendorong 10 langkah baru terkait suaka, termasuk pembekuan permohonan, penghentian pembangunan pusat penerimaan, hingga pembatasan reunifikasi keluarga. Koalisi pemerintahan yang dipimpin saat itu hanya bertahan kurang dari setahun.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang