KOMPAS.com - Dewi Sartika merupakan tokoh perempuan Indonesia di bidang pendidikan. Sepak terjangnya berkisar pada upaya memajukan perempuan melalui pendidikan untuk menjadi lebih berdaya.
Perjalanan sejarah Hari Pendidikan Nasional bukan hanya tentang usaha kemajuan pendidikan para laki-laki saja, melainkan juga terkait dengan perjuangan pendidikan untuk kaum perempuan.
Dewi Sartika dapat menjadi tokoh yang dikenang dalam momen Hari Pendidikan Nasional setiap tanggal 2 Mei. Berikut ini kiprah tokoh perempuan di bidang pendidikan yang wafat pada 11 September 1947 silam.
Baca juga: Sejarah Hari Pendidikan Nasional, Mengenang Ki Hajar Dewantara dan Perjuangannya
Dewi Sartika lahir pada 4 Desember 1885. Ibu Dewi Sartika adalah R.A. Rajapermas, putri Bupati Bandung R.A.A. Wiranatakusuma IV yang kerap dikenal sebagai Dalem Bintang.
Ayah Dewi Sartika merupakan Patih Bandung yang bernama R. Rangga Somanagara. Bersama dengan saudara-saudarannya, Dewi Sartika dibesarkan di lingkungan gedung kepatihan yang relatif besar dan memiliki haaman luas.
Ayah Dewi Sartika sadar akan perkembangan putra-putrinya. Oleh karena itu, Dewi Sartika ikut merasakan pendidikan dengan masuk ke Sekolah Kelas Satu (Eerste Klasse School).
Akan tetapi, Dewi Sartika tidak lama merasakan bangku sekolah. Sebuah peristiwa memilukan berdampak pada keluarganya. Pada 1893, ayah Dewi Sartika dituduh terlibat dalam peristiwa pemasangan dinamit.
Ayah Dewi Sartika kemudian dibuang ke Ternate, disertai dengan sang istri, R.A. Rajapermas. Pemerintah melakukan penyitaan terhadap harta benda keluarga.
Kejadian ini membuat keluarga Dewi Sartika kehilangan privilise. Dewi Sartika pun dititipkan ke kakak kandung ibunya, yaitu Raden Demang Suria Karta Hadiningrat, Patih Afdeling Cicalengka.
Baca juga: 10 Daftar Pahlawan Wanita Indonesia: RA Kartini hingga Dewi Sartika
Tumbuh dewasa sebagai anak titipan membuat Dewi Sartika mendapat perlakuan berbeda. Pendidikannya pun terbatas pada kerja-kerja domestik, seperti memasak, menjahit, memasang meja, melayani orang tua makan, menyulam dan sopan santun
Seiring dengan kepulangan ibunya dari Ternate usai ayahnya meninggal, Dewi Sartika dapat berkumpul lagi dengan saudara-saudaranya di Bandung.
Sejak kembali ke Bandung dari Cicalengka, Dewi Sartika berambisi untuk mendirikan sekolah khusus gadis-gadis remaja. Ia belajar dari penderitaan ibunya yang tak berdaya saat suaminya diasingkan ke Ternate.
Guna mewujudukan mimpinya, Dewi Sartika menghadap ke Bupati Bandung, R.A.A. Martanegara (1893-1918). Bupati yang cukup progresif tu menyetujui ide Dewi Sartika untuk mendirikan sekolah perempuan.
Baca juga: Sejarah Sekolah Kartini, Lahir dari Semangat Emansipasi RA Kartini
Pada 16 Januari 1904, sebuah sekolah khusus perempuan didirikan Dewi Sartika. Sekolah itu menempati pendopo kantor Kabupaten Bandung.
Sekolah ini dinamakan "Sekolah Istri" yang berarti Sekolah Gadis. Terdapat dua kelas yang berisikan 20 murid dan tiga orang pengajar, yaitu Dewi Sartika, Ibu Purma, dan Ibu Uwit.