DI SINGAPURA, vape kini diperlakukan bukan sekadar “produk gaya hidup”, melainkan ancaman kesehatan publik yang serius setara isu narkoba.
Perdana Menteri Singapura, Lawrence Wong sudah terang-terangan menyatakan pemerintah akan menaikkan level penegakan dan sanksi, termasuk kemungkinan pidana penjara bagi pelaku peredaran, terutama yang mencampur zat berbahaya seperti etomidate dalam kartrid “K-pod”.
Pesannya tegas, kebijakan harus evidence-based, bergerak lebih cepat daripada pasar gelap yang selalu beradaptasi.
Singapura bukan tiba-tiba “keras”. Sejak 2018, memiliki, menggunakan, atau membeli e-vaporiser sudah ilegal dengan ancaman denda sampai 2.000 dollar Singapura.
Namun, pelanggaran tetap merangkak naik: sekitar 7.900 kasus pada 2023 (naik dari 5.000 pada 2022), dan ratusan siswa dirujuk ke HSA karena vaping.
Baca juga: Gejala dan Bahaya Etomidate pada Vape, Kenapa Setara Narkoba?
Pemerintah Singapura merespons dengan penegakan lintas-lembaga plus kampanye edukasi besar-besaran di sekolah, politeknik, dan layanan dinas nasional. Ini contoh klasik policy feedback loop: dari data, tindakan, evaluasi, terus lanjut ke penguatan.
Sementara itu, bukti ilmiah kian konsisten: vape tidak aman, menimbulkan adiksi nikotin, gangguan fungsi paru, dan risiko gangguan perkembangan otak.
WHO dan lembaga penelitian menekankan kebutuhan pembatasan kuat pada pemasaran, rasa (flavours), dan khususnya akses anak-remaja. Pelajaran yang lebih luas: ketika bukti berubah, kebijakan ikut diperbarui.
Indonesia belum melarang vape; produk HPTL (hasil pengolahan tembakau lainnya) termasuk rokok elektrik sudah dikenai cukai dan tarifnya dinaikkan bertahap, tetapi kerangka pengendalian komprehensif (soal rasa, pemasaran digital, penjualan daring, usia akses, pelacakan zat) masih tertinggal dibanding best practice regional.
Di saat yang sama, indikator remaja mengkhawatirkan: Kemenkes melaporkan perokok remaja terus naik dan penggunaan rokok elektrik meningkat dalam survei kesehatan mutakhir (SKI 2023).
Pesan intinya tren remaja bergerak naik persis ketika regulasi dan edukasi belum sekuat yang dibutuhkan.
Kita juga hidup di ekosistem digital yang membuat promosi vape “rasa dessert” dan influencer marketing menjangkau anak-remaja. Tanpa pagar kebijakan, nudges komersial akan selalu menang atas nudges kesehatan.
Baca juga: Merdeka dari Belenggu Penjajahan Produk Adiktif
Belajar dari Singapura bukan berarti menyalin kebijakan mereka secara mentah-mentah, melainkan menangkap esensi dari cara negara tersebut melindungi warganya dengan langkah tegas, berbasis bukti, dan terukur.
Bagi Indonesia, tantangan terbesar adalah bagaimana memastikan generasi muda terlindungi, menutup ruang gelap peredaran ilegal, dan pada saat sama menyandarkan setiap keputusan pada basis riset dan ilmiah yang kuat.
Kerangka pengendalian yang menyeluruh perlu dibangun dengan memperkuat regulasi turunan PP 109/2012.