Di penghujung Mei hingga Juni adalah musim perpisahan. Masa dimana siswa yang lulus akan berpamitan. Tapi sayangnya, suasana yang seharusnya penuh makna ini malah kerap dibumbui oleh polemik tentang layak atau tidaknya sebuah perayaan perpisahan dan juga wisuda sekolah yang dinilai terlalu berlebihan. Di media sosial, opini berseliweran tapi sayangnya banyak yang jatuh tanpa arah dan menghanguskan empati yang ada.
Salah satu komentar yang sempat membuat banyak orang ---dan saya pribadi--- mengernyitkan dahi adalah pernyataan: "lulus giveaway kok bangga?" Komentar ini tentu mengundang gelombang reaksi beragam.
Ada yang tertawa getir, ada yang terpicu emosi, dan tak sedikit pula yang akhirnya ikut larut dalam perdebatan kusir tanpa arah. Memang, kita sedang hidup di era digital dimana semua orang bisa jadi komentator. Tapi seharusnya kebebasan berpendapat bukan berarti bebas menyakiti. Di sinilah pentingnya literasi digital dan empati sosial berjalan beriringan.
Mari kita ubah sudut pandang. Bukankah momen perpisahan sekolah adalah ajang refleksi sekaligus penghargaan atas perjalanan panjang yang telah dilalui? Ini bukan soal mewah atau sederhana, bukan juga soal lulus karena "giveaway". melainkan tentang menghargai proses belajar, perjuangan batin, dan pertumbuhan karakter.
Banyak siswa yang bertahan dalam segala keterbatasan, menyelesaikan pendidikan di tengah tantangan zaman, dan itu layak diapresiasi. Merayakan kelulusan serta perpisahan sekolah dalam bentuk positif adalah bagian dari penguatan psikologis bagi generasi muda.
Sebagai orang dewasa maupun netizen yang merasa "lebih dulu makan garam", sudah selayaknya kita memberikan dukungan positif. Jika memang ada yang perlu dievaluasi maka sampaikan dengan bahasa yang membangun, bukan menjatuhkan.
Toh, tujuan kita semua adalah sama yakni menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas tapi juga tangguh dan berakhlak.
Kita sering lupa bahwa anak-anak muda hari ini hidup dalam tekanan yang jauh berbeda. Di era digital serba cepat, daripada nyinyir di kolom komentar, lebih baik kita hadir mengedukasi, bukan menghakimi.
Karena pada akhirnya, mereka bukan sekadar lulus ujian sekolah, tapi juga sedang berlatih lulus dari ujian kehidupan.
Jadi, saat melihat postingan perpisahan siswa dengan penuh senyum, tahan dulu jari-jari untuk menulis komentar sinis. Ingat, setiap momen perpisahan adalah fase penting dalam proses pendewasaan.