Pertama kali saya mendengar tentang Death Stranding, saya pikir ini cuma game aneh yang terlalu ambisius dari kreator legendaris Hideo Kojima. Ekspektasi saya waktu itu tidak tinggi. Apalagi setelah lihat cuplikannya, yang saya lihat adalah Norman Reedus jalan kaki sambil bawa tumpukan kargo di punggung, ngelewatin pegunungan sepi, lalu tiba-tiba muncul makhluk gaib tak kasat mata. Jujur, saya bingung. Tapi justru karena kebingungan itu, saya penasaran. Dan setelah memainkan game ini, saya bisa bilang: Death Stranding adalah salah satu game paling absurd, membingungkan, dan… anehnya, bikin ketagihan.
Sebagai mahasiswa yang kadang jenuh dengan tugas dan tekanan dunia nyata, saya cari pelarian lewat game. Biasanya saya pilih yang simpel seperti Valorant atau Stardew Valley. Tapi Death Stranding menawarkan pengalaman yang sangat berbeda. Game ini bukan cuma soal aksi atau grafik bagus. Ini lebih ke arah pengalaman eksistensial yang perlahan-lahan memaksa kita buat mikir, “Sebenarnya apa sih yang sedang gue mainin?”
Gameplay-nya terlihat sederhana. Kamu berperan sebagai Sam Porter Bridges, kurir yang ditugaskan menyambung koneksi antara kota-kota yang terputus di Amerika Serikat pasca kehancuran misterius yang disebut Death Stranding. Tugas kamu? Ngantar paket dari satu tempat ke tempat lain. Kedengarannya kayak simulasi kerjaan kurir biasa. Tapi dalam praktiknya, ini adalah salah satu aktivitas paling rumit dan menantang yang pernah saya alami dalam dunia game.
Hal pertama yang membingungkan saya adalah sistem keseimbangan tubuh. Kalau kamu bawa terlalu banyak barang atau nggak menyeimbangkan kiri kanan, Sam bisa jatuh dan merusak barang. Kamu juga harus mikir soal jalan yang kamu ambil. Apakah kamu akan melewati gunung terjal yang bikin stamina cepat habis, atau kamu cari jalan memutar tapi aman? Belum lagi cuaca yang bisa tiba-tiba berubah menjadi timefall, hujan yang mempercepat penuaan dan bisa menghancurkan paketmu. Bayangkan tekanan ketika kamu lagi bawa paket fragile lalu tiba-tiba muncul makhluk tak kasat mata yang disebut BTs, dan kamu harus menahan napas supaya nggak ketahuan.
Tapi semua itu belum seberapa. Yang paling bikin saya berpikir keras adalah cerita dan simbolisme dalam game ini. Saya cukup terbiasa dengan narasi kompleks karena suka nonton film Christopher Nolan. Tapi Death Stranding membawa kompleksitas itu ke level baru. Di balik cerita Sam dan bayi dalam pod (BB) yang menemaninya, tersimpan metafora tentang kesepian, keterhubungan, trauma, bahkan makna hidup dan kematian. Setiap karakter dalam game punya latar belakang dramatis yang membuat kamu bertanya-tanya, “Ini game atau buku filsafat digital?”
Kadang saya merasa seolah-olah Kojima tidak peduli apakah pemain akan memahami ceritanya atau tidak. Dia hanya ingin menyampaikan sesuatu yang sangat personal. Dan mungkin, itulah pesona aneh dari game ini. Dia tidak memaksa kamu paham. Dia hanya mengajak kamu ikut merasakan pengalaman yang sangat manusiawi, tapi dikemas dalam bentuk yang surealis.
Secara visual, Death Stranding sangat indah. Lingkungannya luas dan terasa sangat sunyi, tapi justru itu yang membuatnya menenangkan. Musik latar dari band Low Roar juga menambah nuansa melankolis yang kuat. Saya sering berhenti di tengah perjalanan hanya untuk menikmati pemandangan, lalu merenung seperti sedang di pegunungan sendiri. Rasanya seperti meditasi digital.
Namun, saya juga tidak menutup mata bahwa Death Stranding bukan game untuk semua orang. Banyak teman saya yang menyerah di awal karena merasa bosan atau tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Memang benar, game ini tidak menawarkan aksi intens seperti game AAA lain. Tapi jika kamu bersabar dan membuka diri, kamu akan menemukan sesuatu yang unik di dalamnya.
Sebagai mahasiswa, saya justru merasa Death Stranding punya relevansi yang dalam. Game ini membicarakan tentang pentingnya koneksi di tengah dunia yang terasa makin individualis. Tentang bagaimana kita semua sebenarnya saling terhubung, meski secara fisik terpisah. Ada pelajaran tentang kerja keras, kesendirian, dan rasa tanggung jawab yang bisa ditarik dari setiap misi pengantaran yang kita lakukan.
Bahkan sistem online-nya pun punya filosofi sendiri. Kamu bisa membangun jembatan, tangga, atau jalan yang nanti bisa digunakan pemain lain secara online. Mereka bisa memberi “like” atas bantuanmu, dan kamu juga bisa terbantu oleh bangunan pemain lain yang tidak kamu kenal. Ini adalah bentuk kerja sama yang tidak terlihat tapi sangat nyata. Sama seperti hidup, kadang bantuan datang dari orang asing yang tidak kamu duga.