Hobi Mengoleksi Pisau Unik: Antara Seni, Cerita, dan Nilai Rasa
> “Gun does not kill people, but the man behind the gun.”
Kalimat tersebut sering saya kutip ketika orang menatap heran mendengar hobi saya: mengoleksi pisau.
Tidak sedikit yang tercengang, ada pula yang cemas. Karena bagi sebagian orang, kata "pisau" identik dengan kekerasan dan ancaman. Seolah tak ada ruang bagi benda tajam ini untuk dihargai sebagai sesuatu yang indah.
Namun, mari kita renungkan sejenak: mungkinkah kehidupan sehari-hari berjalan lancar tanpa pisau? Di dapur, kita memerlukan pisau untuk menyiapkan makanan. Dalam dunia medis, ada pisau bedah yang menyelamatkan nyawa. Di bidang seni, ada ukiran halus yang tercipta dari bilah kecil yang tajam.
Pisau bukanlah pelaku kejahatan. Yang menentukan baik atau buruknya adalah tangan dan hati manusia yang memegangnya.

Awal Mula Kecintaan pada Pisau
Kecintaan saya pada pisau dimulai sejak masa muda. Bagi saya, pisau bukan sekadar alat potong, melainkan sebuah karya seni. Bentuknya yang ramping, lekuknya yang elok, hingga ukiran di gagangnya, menyiratkan keanggunan yang tidak kalah dari patung atau lukisan. Ada keindahan yang tersembunyi di dalamnya, yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang melihatnya dengan mata hati.
Dalam setiap perjalanan saya ke berbagai belahan dunia, saya selalu menyempatkan diri mencari souvenir khas berupa pisau. Puluhan negara telah saya kunjungi, dan dalam kurun waktu lebih dari lima puluh tahun, saya telah berhasil mengoleksi hampir 200 buah pisau unik dari berbagai budaya.

Mulai dari miniatur pedang samurai asal Jepang, pisau kecil berhias dari Yunani dan Mesir, hingga pisau elegan dari Paris. Masing-masing menyimpan cerita, nilai budaya, dan keunikan desain yang membuat saya terpesona setiap kali menatapnya.

Cerita Pahit di Alaska