KOMPAS.com – Aroma lavender menyeruak dari salah satu sudut ruangan Desa Pangauban, Kecamatan Batu Jajar, Kabupaten Bandung Barat. Di tengah meja kayu panjang, beberapa cetakan lilin berjejer rapi.
Di ujung meja, terlihat Deni (45) menunduk. Kedua tangannya dengan lincah membuka plastik cetakan lilin terakhir.
Di sampingnya, Eko (37) mengaduk wajan kecil berisi stearic acid, minyak jelantah yang sudah dibeningkan, paraffin, dan essential oil di atas kompor gas portable.
Begitu adonan selesai, Eko dibantu volunteer dari Lentera Jiwa, Rani, menuangkannya ke dalam cetakan dengan hati-hati. Satu per satu, pelan-pelan, sehingga tidak ada adonan lilin yang menetes ke meja.
“Hari ini (buat lilin aroma terapi) lavender, tapi saya lebih suka yang dibuat kemarin, wangi mentol (mint),” ujar Deni saat ditanya Rani soal aroma favoritnya, Selasa (28/10/2025).
Baca juga: Bambu yang Tak Lagi Mengurung: Kisah Perempuan ODGJ Bogor Lepas dari Pasung
Sambil menunggu adonan lilin kering, Deni bercerita tentang kegiatannya sehari-hari kepada Kompas.com, Selasa (28/10/2025).
Setiap hari ia membantu adiknya di konveksi tas rumahan. Tugasnya membalikkan tas dan membersihkan sisa jahitan. Setelah itu, ia akan pergi ke kandang.
“Bantu ngasih makan kambing,” tutur Deni sambil tersenyum.
Sebagai penyintas orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), Deni dan keluarganya merasa pencapaiannya saat ini sangat luar biasa. Mereka tak menyangka, kepindahannya ke Desa Pangauban membawa cahaya bagi kehidupan mereka.
Proses pembuatan lilin aromaterapi. Deni memiliki perjalanan berliku sejak kecil. Dari usia 8 tahun ia kerap dianggap nakal, sehingga sering dimarahi orangtuanya.
Lambat laun, sikap Deni semakin agresif dan suka mengamuk, hingga dengan berat hati orangtuanya memasung Deni dengan memasangkan rantai di kaki dan mengurungnya di dalam kamar.
Berbagai upaya dilakukan keluarganya untuk membuat Deni pulih, seperti membawa berobat ke Riau 11 (rumah sakit jiwa). Namun kondisinya tak kunjung membaik.
Suatu hari, sekitar tahun 2012-2013, keluarganya memutuskan untuk pindah ke Pangauban, Bandung Barat. Di rumah barunya ia tetap dipasung.
Hingga tahun 2017, pihak desa menerima laporan dari Dinas Sosial yang menyatakan salah satu warga Pangauban ada yang dipasung. Merasa tidak percaya, tim Desa Siaga Pangauban melakukan pengecekan dan kaget dengan apa yang dilihat.