Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Wilayah Ramah Anak, Membangun Masa Depan Lebih Layak

Kompas.com - 31/07/2024, 09:03 WIB
Konsultasi Tanya Pakar Parenting

Uraikan lika-liku Anda mengasuh anak jadi lebih simpel

Kenali soal gaya asuh lebih apik lewat konsultasi Kompas.com

Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Saat ini saya sedang di kabupaten Manggarai Barat, bersama Wahana Visi Indonesia dan pemerintah daerah mencanangkan istilah “layak anak”.

Hari anak nasional baru saja lewat minggu lalu, tapi tidak banyak orang memahami anak dan haknya.

Sebagai manusia yang masih tumbuh dan kembang, anak butuh perlindungan atas hak tumbuh kembangnya itu.

Utamanya, karena mereka belum mampu menyuarakan masalah yang muncul saat haknya tidak terpenuhi, bahkan berisiko dimanipulasi orang dewasa – demi kepentingan orang dewasa.

Baca juga: Mengharapkan Generasi Z Melawan Pembodohan Kesehatan

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2021 tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) menjadi acuan pemenuhan hak anak-anak berupa: tersedianya akses pelayanan kesehatan, pendidikan, air bersih, sanitasi yang sehat, dan bebas dari pencemaran lingkungan.

Adanya kebijakan dan anggaran khusus untuk anak, tersedianya lingkungan yang aman dan nyaman, sehingga memungkinkan anak dapat berkembang.

Sealain itu juga, keseimbangan di bidang sosial, ekonomi, dan terlindungi dari pengaruh kerusakan lingkungan dan bencana alam.

Kemudian, perhatian khusus pada anak yang bekerja di jalan, mengalami eksploitasi seksual, hidup dengan kecacatan atau tanpa dukungan orangtua.

Dan adanya wadah bagi anak-anak untuk berperan serta dalam pembuatan keputusan, yang berpengaruh langsung pada kehidupan anak-anak.

Memenuhi hak akan layanan kesehatan, Pendidikan, serta cemaran lingkungan saja sudah merupakan pekerjaan rumah yang tak kunjung selesai.

Masih banyak bayi dan anak hidup di lingkungan perokok yang tak tahu diri.

Bahkan, memberi edukasi yang salah: seakan dengan merokok tercipta aura kejantanan dan “kemapanan”. Padahal, yang semakin mapan industri rokoknya.

Pendidikan anak tidak akan paripurna dipenuhi, jika pendidikan orangtuanya masih sebatas bisa baca tulis dan menghitung belanjaan. Kemampuan bernalar, berpikir hingga akhirnya mengambil keputusan bijak saja masih sulit dieksekusi orang dewasa.

Baca juga: Promosi Kesehatan: Iklan Layanan Masyarakat yang Ketinggalan

Pelaksanaan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) polio di wilayah-wilayah terdampak Kejadian Luar Biasa (KLB), susah sekali dengan semakin liarnya berita-berita bohong (hoax) yang dinarasikan sedemikian “masuk akal”nya, untuk mengakali keputusan orang-orang sederhana memberi perlindungan bagi anaknya dari cacat seumur hidup.

Padahal, imunisasi jelas-jelas proteksi. Yang harus dibedakan dengan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) koinsidental.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau