Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Nada yang Menenangkan: Pendidikan Musik bagi Anak dengan Tantangan Emosional

Kompas.com - 14/05/2025, 09:00 WIB
Konsultasi Tanya Pakar Parenting

Uraikan lika-liku Anda mengasuh anak jadi lebih simpel

Kenali soal gaya asuh lebih apik lewat konsultasi Kompas.com

Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Sarah Gracyntia Juliana, Pamela Hendra Heng, Sri Tiatri, dan Jap Tji Beng*

MUSIK kerap disebut sebagai bahasa universal—bahasa yang melampaui kata-kata dan berbicara langsung ke dalam jiwa.

Seperti yang pernah dikatakan oleh Ludwig van Beethoven, “Music is a higher revelation than all wisdom and philosophy.”

Bagi anak-anak, terutama di masa-masa awal pertumbuhan mereka, musik bukan sekadar sumber kebahagiaan.

Ia memainkan peran penting dalam membantu anak memahami, mengekspresikan, dan mengelola emosi mereka.

Lebih dari sekadar hiburan, musik menjadi sarana yang kuat untuk membentuk kesadaran emosional, ketahanan mental, dan empati.

Belajar musik sejak usia dini dapat menjadi fondasi emosional yang kokoh, mendukung anak tumbuh sebagai pribadi yang cerdas secara emosional dan peka terhadap lingkungan sosialnya.

Kecerdasan emosional anak

Salah satu cara yang kuat untuk memahami hubungan antara musik dan perkembangan emosi anak adalah melalui kerangka Emotional Intelligence (kecerdasan emosional) yang diperkenalkan oleh Daniel Goleman.

Dalam konsep ini, Goleman menguraikan lima aspek utama: kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial.

Menariknya, kelima aspek ini dapat dilatih secara alami melalui kegiatan bermusik—khususnya saat anak belajar memainkan alat musik seperti piano.

Saat bermain piano, anak tidak hanya belajar mengikuti notasi, tetapi juga diminta untuk merasakan suasana di balik setiap nada—apakah nada itu terdengar lembut, tegas, ceria, atau sendu.

Pengalaman ini membantu anak mengenali nuansa emosi dalam bunyi, yang pada gilirannya melatih kepekaan terhadap perasaan diri sendiri dan orang lain.

Dari sinilah kecerdasan emosional mulai tumbuh, memberikan anak kosakata emosional yang kaya, bahkan sebelum mereka mampu mengungkapkannya lewat kata-kata.

Bagaimana belajar bermain piano dapat mengembangkan kecerdasan emosi anak?

Belajar piano juga berperan besar dalam membentuk kesabaran dan kemampuan mengendalikan emosi.

Anak-anak usia sekolah dasar kerap mengalami ketidakstabilan emosi—mudah frustrasi, cemas, atau kehilangan fokus.

Melalui latihan piano yang rutin, mereka belajar untuk mengatur tempo, menghadapi kesalahan dengan tenang, serta menahan dorongan untuk tergesa-gesa.

Proses ini mengajarkan mereka untuk lebih sabar dan terkendali dalam situasi yang menantang.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau