Uraikan lika-liku Anda mengasuh anak jadi lebih simpel
Kenali soal gaya asuh lebih apik lewat konsultasi Kompas.com
Oleh: Maryam Zahra, Helpani Yulinta, Nurfathiyyah Putri, Debora Basaria, dan Raja Oloan Tumanggor*
PERNAH enggak sih, ketika lagi scroll media sosial seperti TikTok, Instagram, atau Facebook, kamu melihat konten ibu-ibu yang rumahnya tampak apik? Termasuk dalam urusan anak.
Dekorasi kamar dan perlengkapannya bergaya minimalis, tidak lupa pakaian yang didominasi dengan warna-warna netral bernuansa bumi.
Pokoknya, tidak terlihat satupun barang yang berwarna terang dan mencolok, seperti warna-warna pelangi, di sudut rumah mereka.
Ternyata, perilaku ini dikenal dengan istilah Sad Beige Mom— sebuah sindiran untuk ibu-ibu yang lebih memilih warna-warna netral, seperti coklat, krem, dan putih demi alasan estetika.
Dalam fenomena ini, para ibu cenderung mengatur hampir seluruh aspek kehidupan anak sesuai preferensi pribadi, tanpa benar-benar memperhatikan dan mempertimbangkan minat dan kesukaan anak.
Misalnya, dekorasi yang dipilih untuk ulang tahun anak bukan balon warna-warni atau tokoh favorit si Kecil, melainkan tema trendi minimalis yang mungkin tidak dimengerti oleh anak itu sendiri.
Kelompok yang paling mudah terpapar tren ini adalah orangtua muda dari Generasi Z, yaitu mereka yang lahir sekitar tahun 1995 sampai 2005, atau yang saat ini menjadi orangtua di usia 20–30 tahunan.
Baca juga: Nada yang Menenangkan: Pendidikan Musik bagi Anak dengan Tantangan Emosional
Hal ini tidak mengherankan, karena inspirasi parenting zaman sekarang sering banget datang dari media sosial.
Gen Z memiliki kecenderungan yang tinggi dalam menggunakan platform tersebut, yakni 84 persen lebih aktif dibandingkan kalangan lainnya (Badan Pusat Statistik, 2019).
Terlebih lagi, Gen Z dikenal sebagai "The Undefined ID", yaitu generasi yang menghargai keterbukaan dan kebebasan dalam mengekspresikan diri tanpa harus terikat pada label tertentu dalam proses pencarian jati diri.
Karena itulah, mereka kerap membangun self-branding di media sosial melalui unggahan foto dan video, di mana estetika dianggap menjadi aspek utama.
Nilai estetika inilah yang kemudian tidak hanya tercermin dalam gaya berpakaian atau tampilan media sosial mereka, tetapi juga merembet ke berbagai aspek kehidupan lainnya— termasuk saat mereka menjalani peran baru sebagai orangtua.
Ketika self-branding dan citra visual menjadi bagian penting dari identitas, tak jarang keputusan parenting ikut dibentuk oleh apa yang tampak menarik secara visual dan bisa dibagikan ke publik.
Wajar kalau merasa ragu atau butuh validasi, terutama di masa-masa awal menjadi orangtua. Melihat konten parenting yang terkesan sempurna bisa membuat kita terinspirasi, bahkan ingin meniru gaya mereka, baik dari pemilihan baju anak hingga gaya pengasuhan.