Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kuntoro Boga
Kepala Pusat BSIP Perkebunan, Kementan

Kuntoro Boga Andri, SP, M.Agr, Ph.D, merupakan lulusan Institut Pertanian Bogor tahun 1998. Ia adalah alumni S1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB. Pria kelahiran Banjarmasin tahun 1974 ini diangkat sebagai CPNS pada 1999, dan mulai bekerja sebagai peneliti di BPTP Karangploso, Jawa Timur.

Kopi Artisanal dan Evolusi Selera Konsumen Modern

Kompas.com - 18/05/2025, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DI BALIK secangkir kopi, tersimpan lebih dari sekadar rasa pahit atau aroma yang menggoda. Ia menyimpan cerita panjang tentang petani yang memetik buah kopi ceri di lereng gunung, tentang barista yang mengatur suhu dan tekanan air dengan presisi, dan tentang konsumen yang kini semakin sadar akan asal-usul setiap tetes yang mereka nikmati.

Kopi telah berubah dari sekadar minuman pengusir kantuk menjadi simbol gaya hidup, pengalaman sensorik, dan ekspresi budaya.

Di dunia global, tren kopi artisanal atau specialty coffee terus menanjak. Laporan National Coffee Association (NCA) Amerika Serikat pada awal 2024 mencatat bahwa 57 persen konsumen dewasa mulai memilih kopi specialty daripada kopi instan atau konvensional.

Fenomena ini bukan hanya soal rasa, tetapi juga soal nilai. Kopi artisanal menekankan kualitas, proses panen yang berkelanjutan, serta relasi etis antara petani dan pembeli.

Tren ini kini menjalar ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

Evolusi Ngopi di Indonesia

Indonesia, sebagai salah satu produsen kopi terbesar dunia, tidak hanya menjadi lumbung biji kopi, tetapi juga rumah bagi konsumen yang semakin melek kualitas.

Di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, hingga Denpasar, kedai kopi kekinian menjamur dengan cepat.

Baca juga: Dinamika Industri Kopi Indonesia

Mereka menyajikan kopi manual brew seperti pour-over, siphon, aeropress, atau cold brew yang menampilkan profil rasa unik dari biji single-origin.

Perubahan ini tidak terjadi dalam semalam. Dalam satu dekade terakhir, transformasi gaya hidup urban, perkembangan industri kreatif, dan pengaruh media sosial menjadi pendorong utama.

Konsumen muda kini tidak hanya mencari tempat ngopi, tetapi juga ruang untuk berinteraksi, bekerja, hingga merayakan identitas.

Di balik desain interior minimalis dan playlist musik indie, kedai kopi menjadi tempat eksplorasi rasa.

Salah satu indikator perkembangan ini adalah munculnya brand lokal yang mendapat pengakuan internasional.

Tanamera Coffee, misalnya, pernah meraih penghargaan Roaster of the Year di Australia. Demikian pula Ombe Kofie dan Anomali Coffee yang mengangkat kopi Indonesia, seperti Gayo, Toraja, Flores, dan Wamena, dengan standar internasional.

Mereka tidak hanya menyeduh kopi, tetapi juga menyuarakan nilai-nilai keberlanjutan dan keterhubungan langsung dengan petani.

Antara inovasi rasa dan budaya lokal

Yang membuat tren ini semakin menarik adalah bagaimana kopi artisanal beradaptasi dengan kekayaan kuliner lokal.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau