JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia memiliki potensi industri keuangan syariah yang sangat besar. Dalam lima tahun terakhir, keuangan syariah Indonesia konsisten menunjukkan kemajuan positif, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Berdasarkan State of The Global Islamic Economy (SGIE) Report, pasar keuangan syariah Indonesia berada di peringkat ketiga terbesar di dunia pada 2023.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menyebutkan, hingga Juni 2024, total aset keuangan syariah diketahui mencapai Rp 2.756,45 triliun, atau tumbuh 12,4 persen secara tahunan pada tahun 2023.
Baca juga: Menakar Potensi Pertumbuhan Asuransi Syariah di Tengah Isu Merger
Asuransi adalah sebuah perjanjian hukum antara dua pihak, yaitu penanggung (perusahaan asuransi) dan tertanggung (nasabah).Perkembangan ini menunjukkan meningkatnya minat masyarakat terhadap penggunaan produk dan layanan keuangan berdasarkan prinsip syariah, termasuk asuransi syariah,
yang mengedepankan prinsip kebaikan dan tolong-menolong.
Walaupun tren tersebut menunjukkan arah positif, jumlah masyarakat yang melek akan
keuangan berbasis syariah masih sangat rendah jika dibandingkan dengan pemahaman
akan produk dan layanan keuangan secara konvensional.
Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024, tingkat literasi keuangan syariah tercatat mencapai 39,11 persen, di bawah tingkat Literasi Keuangan
Nasional dan Konvensional sebesar 65,43 persen dan 65,09 persen.
Sementara itu, tingkat literasi asuransi syariah di Indonesia hanya mencapai 3,99 persen, jauh lebih rendah dibandingkan literasi asuransi konvensional yang mencapai lebih dari 45 persen.
Baca juga: Tips agar Klaim Asuransi Syariah Berjalan Lancar
Adanya gap yang cukup besar antara literasi keuangan dan asuransi syariah dengan konvensional menunjukkan tantangan sekaligus peluang besar bagi industri agar
mengupayakan peningkatan dan pemerataan literasi keuangan dan asuransi syariah di Indonesia, guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan inklusi keuangan di Indonesia.