JAKARTA, KOMPAS.com – Potensi energi terbarukan Indonesia yang mencapai 333 GW membuka peluang investasi besar, namun kesiapan dalam menarik minat investor menjadi tantangan utama. Ketersediaan data proyek, perencanaan yang matang, serta informasi pelelangan menjadi faktor kunci dalam menarik investasi bersih untuk percepatan transisi energi di Indonesia.
Hal ini disampaikan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) melalui kajian terbaru mereka, "*Unlocking Indonesia’s Renewable Future", dalam diskusi "Editorial Forum: Meningkatkan Optimisme PLTS dan PLTB Sebagai Tulang Punggung Transisi Energi di Indonesia" pada Selasa (25/3/2025).
Dalam diskusi dipaparkan bahwa Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai net zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat. Sebagai bagian dari upaya tersebut, pada 2022 Indonesia menyepakati Just Energy Transition Partnership (JETP) senilai 20 miliar dollar AS (sekitar Rp 310 triliun), dengan target puncak emisi 290 juta ton CO2 dan bauran energi terbarukan 34 persen pada 2030.
Baca juga: AlamTri Resmi Pisahkan Bisnis Batu Bara Termal, Fokus pada Energi Terbarukan dan Mineral
Dengan komitmen di atas, Manajer Program Transformasi Sistem Energi IESR, Deon Arinaldo, menyebutkan bahwa meskipun potensi teknis energi terbarukan Indonesia mencapai lebih dari 3.700 gigawatt (GW), pemanfaatannya masih jauh dari optimal, terutama dalam sektor Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB).
Kajian IESR mengidentifikasi potensi pengembangan proyek energi terbarukan hingga 333 GW, yang dapat dipasok oleh PLTS, PLTB, dan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM).
“Melihat potensi ini, tentu saja ada kontradiksi dengan realitas pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia. Namun, temuan ini menunjukkan bahwa kita bisa bergerak lebih cepat dalam memanfaatkan energi terbarukan ini, khususnya PLTS dan PLTB,” ujar Deon melalui keterangan pers, Rabu (26/3/2025).
Manajer Program Transformasi Sistem Energi Institute for Essential Services Reform (IESR) Deon Arinaldo berbicara dalam Media Briefing Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2024: Memo Kebijakan Transisi Energi di Indonesia di Jakarta, Kamis (31/10/2024).Dari jumlah tersebut, 205,9 GW atau sekitar 61 persen dari total potensi yang layak secara finansial diindikasikan memiliki tingkat pengembalian Equity Internal Rate of Return (EIRR) di atas 10 persen, yang menunjukkan potensi investasi yang menjanjikan.
“Misalnya saja sumber daya minihidro banyak di wilayah Sumatera, sementara potensi tenaga angin terbesar di Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Di sisi lain, energi surya memiliki potensi menjanjikan di wilayah seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Untuk mewujudkan potensi ini, pembangunan infrastruktur yang mendukung, terutama dalam hal transmisi dan distribusi energi, sangat diperlukan,” tegas Pintoko.
Baca juga: Peluang Investasi Hijau, 333 GW Energi Terbarukan di Indonesia Siap Dikembangkan
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya