Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
A Iskandar Zulkarnain
Advisor PMA

Iskandar seorang praktisi Keuangan, Perbankan dan Fintech yang berpengalaman selama lebih dari 35 tahun. Memiliki sejumlah sertifikat profesi dan kompetensi terkait dengan Bidang Manajemen Risiko Perbankan Jenjang 7, Sertifikat Kompetensi Manajemen Risiko Utama (CRP), Sertifikat Kompetensi Investasi (CIB), Sertifikat Kompetensi International Finance Management (CIFM) dan Sertifikat Kompetensi terkait Governance, Risk Management & Compliance (GRCP) yang di keluarkan oleh OCEG USA, serta Sertifikasi Kompetensi Management Portofolio (CPM). Iskandar juga berkiprah di sejumlah organisasi kemasyarakatan ditingkat Nasional serta sebagai Ketua Umum Koperasi Syarikat Dagang Santri. Belakangan Iskandar juga dikenal sebagai sosok dibalik kembalinya Bank Muamalat ke pangkuan bumi pertiwi.

Alarm SLIK Menyala: Pinjol dan Paylater Menyabotase Mimpi Rumah Pertama

Kompas.com - 23/06/2025, 14:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

FENOMENA gagal mendapatkan rumah pertama bukan lagi soal tak adanya pengembang atau minimnya stok rumah bersubsidi, tapi justru akibat catatan kelam dalam sistem informasi kredit, yang dikenal sebagai SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan) OJK.

Di tengah semangat pemerintah merealisasikan program penyediaan 3 juta rumah, nyatanya sekitar 70 persen calon debitur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) ditolak karena memiliki status “daftar merah” di SLIK.

Ironisnya, penyebab utama bukan kredit besar seperti kartu kredit atau kredit multiguna, melainkan tunggakan dari pinjaman mikro seperti pinjol (pinjaman online) dan paylater.

Pinjol dan paylater, dua instrumen keuangan yang awalnya menjanjikan inklusi, kini justru menciptakan ilusi likuiditas instan.

Berdasarkan data OJK, hingga Januari 2025, nilai outstanding pinjaman pinjol mencapai Rp 78,5 triliun dengan kenaikan 29 persen secara tahunan (yoy), sedangkan paylater tumbuh 48 persen menjadi Rp 20,5 triliun.

Sebagian besar pengguna adalah usia produktif 21–35 tahun, segmen yang juga menjadi target utama KPR.

Masalahnya, keterlambatan atau ketidakmampuan membayar tagihan pinjol dan paylater sekecil apapun, bahkan hanya Rp 100.000, secara otomatis tercatat sebagai kredit bermasalah (kolektibilitas 3 atau lebih) dalam sistem SLIK.

Baca juga: Daya Beli Melemah: Saatnya Pajak Pro-Kelas Menengah

Sekali nama tercatat merah, bank tidak akan meloloskan pengajuan KPR, sekalipun penghasilan saat ini mencukupi dan utangnya telah lunas.

Praktik ini menyebabkan distorsi besar dalam akses pembiayaan. Banyak pekerja muda dengan penghasilan tetap tersandera masa lalu digital mereka yang tercatat tanpa konteks: apakah keterlambatan karena kecerobohan, force majeure, atau sekadar korban jebakan bunga majemuk dari platform pinjol yang tidak transparan.

Dalam situasi ini, sistem kredit formal menjadi terlalu kaku, gagal membedakan antara risiko aktual dan jejak digital yang tidak relevan dengan kemampuan bayar masa kini.

Maka, tidak mengherankan jika backlog perumahan tak kunjung surut, karena bukan rumahnya yang tidak ada, melainkan pintunya yang tertutup rapat oleh algoritma skor kredit konvensional.

Inovative Credit Scoring: Harapan di tengah riwayat digital kelam

Di tengah gelombang kegagalan akses KPR akibat SLIK yang merah menyala, secercah cahaya datang dari regulasi baru OJK: POJK 29 Tahun 2024 tentang Pemeringkat Kredit Alternatif atau dikenal sebagai Alternative Credit Scoring (ACS) atau Pemeringkat Kredit Alternatif (PKA).

Kebijakan ini menjadi terobosan besar dalam menghadirkan keadilan dalam penilaian kelayakan kredit, khususnya bagi generasi muda yang pernah “terpeleset” di masa lalu akibat pinjol dan paylater.

Melalui ACS, OJK memberikan ruang bagi penyedia skor kredit non-konvensional yang dapat menilai kelayakan finansial seseorang berdasarkan perilaku keuangan aktual dan konteks sosial, bukan sekadar rekam jejak formal yang kaku.

ACS membuka jalan bagi pendekatan yang lebih inklusif, dengan memanfaatkan data alternatif seperti histori transaksi e-commerce, pembayaran tagihan telepon dan listrik, pola pengeluaran harian melalui dompet digital, bahkan data geospasial.

Dengan kata lain, seseorang yang memiliki catatan buruk di SLIK akibat tunggakan paylater Rp 300.000 di masa pandemi, tetapi kini disiplin membayar langganan listrik dan iuran BPJS secara rutin, tetap bisa dinilai sebagai debitur yang layak KPR melalui lensa yang lebih adil dan kontekstual.

Tak hanya sebagai alat bantu evaluasi risiko, ACS juga menjadi mekanisme penertiban ekosistem pinjol dan paylater.

Ketika perilaku kredit mikro juga dianalisis oleh pemeringkat alternatif, pelaku industri digital lending tak lagi bisa semena-mena menyalurkan pinjaman tanpa analisis daya bayar.

Baca juga: Kapan Bank Muamalat Melantai di Bursa?

 

Halaman:


Terkini Lainnya
Purbaya Menkeu Baru, Industri Mebel: Momentum Memperkuat Fondasi Fiskal
Purbaya Menkeu Baru, Industri Mebel: Momentum Memperkuat Fondasi Fiskal
Industri
Soal Badan Penerimaan Negara, Menkeu Purbaya: Kayaknya Suka-suka Saya...
Soal Badan Penerimaan Negara, Menkeu Purbaya: Kayaknya Suka-suka Saya...
Ekbis
6 Strategi Menabung ala Gen Z yang Bisa Dicoba
6 Strategi Menabung ala Gen Z yang Bisa Dicoba
Keuangan
Harga Emas Melambung, Hartadinata Abadi (HRTA) Optimistis Penjualan Tumbuh hingga 60 Persen
Harga Emas Melambung, Hartadinata Abadi (HRTA) Optimistis Penjualan Tumbuh hingga 60 Persen
Cuan
Youth Chapter Hadir di Belt and Road Summit 2025, Dorong Keterlibatan Pemuda dalam Ekonomi Global
Youth Chapter Hadir di Belt and Road Summit 2025, Dorong Keterlibatan Pemuda dalam Ekonomi Global
Ekbis
Pertamina NRE Gandeng HyET Belanda Kembangkan Teknologi EBT
Pertamina NRE Gandeng HyET Belanda Kembangkan Teknologi EBT
Energi
Surya Semesta Internusa (SSIA) Tetap Bagi Dividen 30 Persen di Tengah Proyeksi Penurunan Laba
Surya Semesta Internusa (SSIA) Tetap Bagi Dividen 30 Persen di Tengah Proyeksi Penurunan Laba
Cuan
Purbaya Menteri Keuangan Baru, Indef: Dia Ekonom yang Baik...
Purbaya Menteri Keuangan Baru, Indef: Dia Ekonom yang Baik...
Ekbis
Harpelnas 2025, J Trust Bank (BCIC) Sebut Nasabah jadi Bagian Penting
Harpelnas 2025, J Trust Bank (BCIC) Sebut Nasabah jadi Bagian Penting
Keuangan
Lapangan Minyak Tua Sumatera Pecahkan Rekor Produksi 30.000 Barrel per Hari
Lapangan Minyak Tua Sumatera Pecahkan Rekor Produksi 30.000 Barrel per Hari
Energi
Hong Kong Dorong Kolaborasi Internasional, Tampilkan Peran Kunci di Belt and Road Summit 2025
Hong Kong Dorong Kolaborasi Internasional, Tampilkan Peran Kunci di Belt and Road Summit 2025
Ekbis
KPPU Dalami Kelangkaan BBM Non-Subsidi, Jaga Agar Tidak Ada Praktik Monopoli
KPPU Dalami Kelangkaan BBM Non-Subsidi, Jaga Agar Tidak Ada Praktik Monopoli
Ekbis
Ferry Juliantono Jadi Menkop, Pelaku Usaha Ungkap Tugas yang Harus Diprioritaskan
Ferry Juliantono Jadi Menkop, Pelaku Usaha Ungkap Tugas yang Harus Diprioritaskan
Ekbis
IHSG Anjlok, Menkeu Purbaya: Saya Orang Pasar, 15 Tahun Lebih...
IHSG Anjlok, Menkeu Purbaya: Saya Orang Pasar, 15 Tahun Lebih...
Cuan
Multi Medika Internasional (MMIX) Bakal Bagi Saham Bonus untuk Investor, Simak Rasionya
Multi Medika Internasional (MMIX) Bakal Bagi Saham Bonus untuk Investor, Simak Rasionya
Ekbis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau