JAKARTA, KOMPAS.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjabarkan draf aturan baru terkait skema pembagian risiko yang berubah istilah menjadi risk sharing dan besaran porsi pertanggungan pemegang polis.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, dalam draf Peraturan OJK (POJK) Penguatan Ekosistem Asuransi Kesehatan terbaru ini terdapat beberapa penyesuaian.
Dengan POJK ini perusahaan asuransi yang menawarkan asuransi kesehatan wajib menyediakan produk tanpa fitur pembagian risiko.
"Jadi tanpa co-payment," kata Ogi dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI dengan Ketua DK OJK dan ADK OJK, Kamis (18/9/2025).
Baca juga: Aturan Co-payment Asuransi Kesehatan Terus Digodog, Besaran Porsi Pemegang Polis Tetap 10 Persen?
Perusahaan asuransi juga dapat menawarkan produk dengan skema pembagian risiko atau risk sharing.
Ogi menjelaskan, ke depannya kata co-payment tidak akan digunakan kembali dan digantikan dengan istilah risk sharing.
Dalam beleid baru tersebut, perusahaan asuransi harus menyediakan pilihan premi dengan skema risk sharing dan tanpa risk sharing.
"Jadi pilihan itu dilakukan oleh konsumen, calon pemegang polis asuransi kesehatan," ungkap Ogi.
Lebih lanjut, Ogi menuturkan, terdapat penyesuaian besaran risiko yang ditanggung pemegang polis sebesar 5 persen dari total pengajuan klaim.
Baca juga: AXA Financial Tawarkan Skema Co-payment Sejak Tahun Lalu, Nasabah Sukarela Pindah
Sedangkan batasan maksimal nilai untuk rawat inap dan rawat jalan diputuskan sesuai dengan kesepakatan perusahaan dan pemegang polis.
Ketentuan produk dengan pembagian risiko juga dapat menetapkan jumlah tertentu (deductible) sepanjang disepakati antara perusahaan dengan pemegang polis.
Ogi menjelaskan, POJK ini harapannya dapat diterbitkan paling lambat pada akhir 2025 dan dapat berlaku tiga bulan sejak diundangkan.