DI TENGAH hiruk-pikuk kampanye dan janji-janji politik yang disampaikan para calon kepala daerah, terlihat bahwa perhatian mereka hampir selalu tertuju pada masyarakat miskin dan marginal.
Sementara itu, kelas menengah—yang sebenarnya merupakan bagian terbesar dari populasi dan terpapar risiko krisis yang tak kalah besar—cenderung terlupakan.
Berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS), kelas menengah di Indonesia mencapai sekitar 40 persen dari total populasi.
Mereka berada dalam posisi rentan, terlebih dalam menghadapi inflasi dan ketidakpastian ekonomi global.
Ketika biaya hidup terus meningkat, tekanan finansial pada kelas menengah semakin besar, memperbesar risiko mereka jatuh ke dalam kemiskinan.
Meski kontribusi kelas ini begitu signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi melalui konsumsi dan usaha kecil menengah, kebijakan politik daerah jarang mengarah pada penguatan mereka.
Dalam wacana politik lokal, isu kemiskinan sering menjadi agenda utama calon kepala daerah. Narasi ini, meskipun sangat penting, membawa implikasi bahwa kelompok lainnya, terutama kelas menengah, cenderung terabaikan.
Kelas menengah sering kali menghadapi situasi unik dan rentan yang tidak banyak mendapat perhatian dalam perencanaan kebijakan.
Mereka berada di tengah-tengah: tidak memenuhi syarat untuk bantuan sosial, tetapi juga tidak cukup kuat menghadapi tekanan ekonomi, inflasi, atau biaya pendidikan dan kesehatan yang terus naik.
Padahal, ketahanan ekonomi kelas menengah memiliki dampak signifikan terhadap stabilitas daerah.
Kelompok ini sebenarnya adalah pilar ekonomi yang menopang sektor konsumsi, memberikan daya beli, dan menjaga roda perekonomian tetap berputar.
Namun, ketika kebijakan kepala daerah tidak menyentuh masalah-masalah yang dihadapi, mereka dibiarkan menghadapi sendiri beban finansial yang semakin berat.
Kebijakan yang difokuskan hanya pada masyarakat miskin seringkali bersifat reaktif dan tidak menjawab kebutuhan kelas menengah yang mengalami tekanan ekonomi secara bertahap.
Kelas menengah mungkin tampak lebih mandiri, tetapi realitasnya, kondisi mereka cukup rawan untuk jatuh ke dalam kemiskinan jika dihadapkan pada krisis besar atau pandemi seperti yang baru saja terjadi.
Mengabaikan kelompok menengah dalam kebijakan politik daerah dapat melemahkan stabilitas sosial secara keseluruhan.