JAKARTA, KOMPAS.com - Sejarawan yang terlibat di penulisan ulang sejarah nasional, Singgih Tri Sulistoyono, mengatakan, penulisan sejarah dengan narasi positif atau "tone" positif tetap menuangkan alur sejarah Indonesia sesuai dinamika yang terjadi.
Singgih mengatakan, tone positif bertujuan agar penulisan sejarah tidak terkesan memiliki narasi kebencian dan menghakimi.
"Dengan narasi, kalau istilah Pak Menteri Kebudayaan (Fadli Zon) itu yang tone positif tidak menghakimi, tidak diiringi dengan perasaan atau kebencian karena itu bagian dari dinamika dan romantika perjalanan kita sebagai sebuah bangsa," kata Singgih saat dihubungi Kompas.com, Minggu (8/6/2025).
Baca juga: Apa Alasan Fadli Zon Ingin Penulisan Sejarah dengan Tone Positif?
Singgih adalah Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro (Undip) yang menjadi editor umum penulisan ulang sejarah Indonesia, proyek dari Kementerian Kebudayaan yang dipimpin Fadli Zon.
Singgih mengatakan, penulisan sejarah dilakukan dengan menarasikan perjalanan sebuah bangsa yang berlangsung buruk dan baik.
Baca juga: Komnas HAM Belum Diajak Fadli Zon untuk Tulis Ulang Sejarah Indonesia dengan Tone Positif
Dia mengatakan, hal tersebut harus dituangkan dalam penulisan sejarah untuk memberikan pembelajaran bagi generasi muda.
"Baik dianggap buruk, dianggap jelek atau dianggap jaya, dianggap mundur, itu tetap semuanya dirangkum karena itu merupakan bagian dari dinamika dan romantika perjalanannya sebagai sebuah bangsa, yang bisa dijadikan sebagai pelajaran untuk generasi yang akan datang, ataupun untuk para pembaca," ujarnya.
Terkait dengan term of reference (TOR) sejarah yang disusun pemerintah yang hanya mencantumkan dua kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, Singgih berpendapat, pemerintah ingin menonjolkan pencapaian yang diraih para pemimpin, namun tidak mengabaikan peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu.
"Bukan berarti hal-hal jelek itu akan digelapkan. Insyaallah tetap ditulis dalam kerangka dinamika dan romantika perjalanan hidup bersama sebagai bangsa, yang bisa menjadi pelajaran bersama," ucap dia.
Baca juga: Sorot Tone Positif Penulisan Sejarah, PDIP: Potensi Sejarah Terpeleset
Sebelumnya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyampaikan gagasan melakukan penulisan ulang sejarah bangsa dengan penekanan pada narasi atau tone yang lebih positif.
Dia mengatakan, salah satu tujuan penulisan ulang sejarah Indonesia adalah mempersatukan bangsa dan kepentingan nasional.
"Kita ingin sejarah ini Indonesia sentris. Mengurangi atau menghapus bias-bias kolonial. Kemudian, terutama untuk mempersatukan bangsa dan kepentingan nasional," kata Fadli saat ditemui di Cibubur, Depok, Jawa Barat, Minggu (1/6/2025).
Baca juga: PDIP Minta Pemerintah Tak Cuma Tulis Sejarah dengan Tone Positif Saja
Fadli juga mengatakan, penulisan sejarah ulang dimaksudkan agar peristiwa di masa lalu bisa relevan untuk generasi saat ini.
Terutama terkait prestasi dan capaian di masa lalu untuk memberikan semangat generasi penerus dengan belajar dari kesuksesan pendahulu.
"Jadi yang kita inginkan tone-nya dari sejarah kita itu adalah tone yang positif. Dari era Bung Karno sampai era Presiden Jokowi dan seterusnya," ujarnya.
Baca juga: Pelanggaran HAM ’65 sampai Orba Masuk di Penulisan Ulang Sejarah Nasional?
Terkait kabar yang menyebut term of reference (TOR) sejarah yang disusun pemerintah hanya mencantumkan dua kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, Fadli bilang, penulisan sejarah ulang yang dilakukan pemerintah tidak bertujuan untuk mencari-cari kesalahan di masa lalu.
"Tone kita adalah tone yang lebih positif. Karena kalau mau mencari-cari kesalahan, mudah. Pasti ada saja kesalahan dari setiap zaman, setiap masa," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.