Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Raihan Muhammad
Aktivis HAM, Pemerhati Politik dan Hukum

Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan UNNES, Direktur Eksekutif Amnesty UNNES, dan Penulis

Menyoal "Tone" Positif Penulisan Sejarah Pelanggaran HAM Berat

Kompas.com - 04/06/2025, 11:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BARU-baru ini, pemerintah Indonesia meluncurkan proyek penulisan ulang sejarah nasional dengan nada yang diklaim lebih positif, khususnya terkait pelanggaran HAM berat.

Langkah ini, meskipun tampak menjanjikan penyatuan bangsa dan penyegaran narasi sejarah, sesungguhnya menyimpan risiko serius: marginalisasi fakta-fakta kelam yang justru penting untuk dipahami demi mencegah pengulangan kesalahan sejarah.

Pendekatan “tone positif” dalam penulisan sejarah ini lebih mirip sebuah strategi retoris untuk menutupi kegagalan struktural dalam penegakan HAM dan akuntabilitas negara.

Dalam perspektif teori kritis, terutama sebagaimana dikembangkan oleh Theodor Adorno dan Max Horkheimer, sejarah yang “diwarnai” narasi dominan yang menghapuskan konflik dan ketidakadilan adalah bentuk “ideologi palsu” yang berfungsi mempertahankan status quo kekuasaan.

Baca juga: Soal Pelanggaran HAM di Penulisan Ulang Sejarah, Fadli Zon Ingin Tone Positif

Sejarah semacam ini bukan hanya mengaburkan kebenaran, tetapi juga membungkam korban dan menyembunyikan relasi kuasa yang melahirkan pelanggaran HAM.

Dengan kata lain, “tone positif” dalam narasi sejarah berpotensi menjadi alat reproduksi dominasi politik yang mengorbankan keadilan dan kebenaran historis.

Pun, pendekatan ini bertentangan dengan prinsip dasar kajian sejarah kritis yang menuntut inklusivitas dan pluralitas perspektif.

Sebagaimana ditegaskan oleh Hayden White, sejarah tidak pernah netral—melainkan adalah konstruksi naratif yang dipilih berdasarkan kepentingan politik dan ideologis.

Maka, pemilihan untuk mengedepankan “tone positif” tanpa menampilkan seluruh aspek, khususnya pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, merupakan manipulasi naratif yang melemahkan kapasitas masyarakat untuk refleksi kritis dan pembelajaran dari masa lalu.

Sebagai konsekuensi praktis, penulisan sejarah yang menutup-nutupi atau meminimalisasi pelanggaran HAM dapat menghambat proses rekonsiliasi dan pemulihan keadilan yang sejati.

Ketiadaan pengakuan penuh terhadap kesalahan masa lalu sering kali menimbulkan luka kolektif yang terpendam dan potensi ketegangan sosial berulang di masa depan.

Sejarah harusnya menjadi ruang pengakuan, peringatan, dan pembelajaran—bukan sekadar alat pencitraan politik.

Sejatinya, dalam demokrasi yang sehat, penting bagi negara untuk mengedepankan narasi sejarah yang jujur dan kritis, meski pahit sekalipun.

Kebebasan berekspresi dan akses pada kebenaran sejarah adalah pilar utama penegakan hak asasi manusia dan pembangunan masyarakat yang berkeadilan.

Jika melihat sejarah di Indonesia, ada sejumlah peristiwa pelanggaran HAM berat yang telah diakui oleh negara, yang tidak boleh dikesampingkan dalam narasi sejarah nasional.

Halaman:


Terkini Lainnya
Tambang Nikel di Pulau Batang Pele Raja Ampat Ada di Hutan Lindung
Tambang Nikel di Pulau Batang Pele Raja Ampat Ada di Hutan Lindung
Nasional
Pemerintah Sebut Tambang Nikel Pulau Kawei Raja Ampat Melebihi Batas
Pemerintah Sebut Tambang Nikel Pulau Kawei Raja Ampat Melebihi Batas
Nasional
Menteri LH: Izin Lingkungan Tambang Raja Ampat Diterbitkan Bupati pada 2006
Menteri LH: Izin Lingkungan Tambang Raja Ampat Diterbitkan Bupati pada 2006
Nasional
Pemerintah Perkarakan Pencemaran Pulau Manuran Raja Ampat ke Ranah Hukum
Pemerintah Perkarakan Pencemaran Pulau Manuran Raja Ampat ke Ranah Hukum
Nasional
Anggota DPR Sebut Tambang Ilegal Papua Dibekingi Aparat, TNI: Laporkan!
Anggota DPR Sebut Tambang Ilegal Papua Dibekingi Aparat, TNI: Laporkan!
Nasional
Sejumlah Jemaah Haji RI Tak Dapat Tenda, Ketua PPIH Minta Maaf
Sejumlah Jemaah Haji RI Tak Dapat Tenda, Ketua PPIH Minta Maaf
Nasional
Penulis Ulang Sejarah RI: Tone Positif Tak Berarti Gelapkan Hal Jelek
Penulis Ulang Sejarah RI: Tone Positif Tak Berarti Gelapkan Hal Jelek
Nasional
Urus Udara Jakarta yang Memprihatinkan, Menteri LH Belum ke Raja Ampat
Urus Udara Jakarta yang Memprihatinkan, Menteri LH Belum ke Raja Ampat
Nasional
Dukung Penutupan Tambang Nikel di Raja Ampat, Lamhot Sinaga: Keindahan Alam dan Kekayaan Hayati Harus Dilestarikan
Dukung Penutupan Tambang Nikel di Raja Ampat, Lamhot Sinaga: Keindahan Alam dan Kekayaan Hayati Harus Dilestarikan
Nasional
Eks Kepala PPATK Salut Djaka Budi Utama Terima Jabatan Dirjen Bea Cukai
Eks Kepala PPATK Salut Djaka Budi Utama Terima Jabatan Dirjen Bea Cukai
Nasional
Menteri LH Perlihatkan Foto Tambang di Raja Ampat, Begini Kondisinya
Menteri LH Perlihatkan Foto Tambang di Raja Ampat, Begini Kondisinya
Nasional
Menteri LH: Pantai Pulau Manuran Raja Ampat Keruh karena Tambang Nikel
Menteri LH: Pantai Pulau Manuran Raja Ampat Keruh karena Tambang Nikel
Nasional
Perusahaan Fashion Irlandia Gugat Merk “Primark” Milik Warga Gambir
Perusahaan Fashion Irlandia Gugat Merk “Primark” Milik Warga Gambir
Nasional
Letak Pulau Gag di Raja Ampat yang Disorot karena Tambang Nikel
Letak Pulau Gag di Raja Ampat yang Disorot karena Tambang Nikel
Nasional
Pemerintah Tinjau Kembali Persetujuan Lingkungan 4 Tambang di Raja Ampat
Pemerintah Tinjau Kembali Persetujuan Lingkungan 4 Tambang di Raja Ampat
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau