PENGHEMATAN anggaran yang digaungkan Presiden Prabowo Subianto dalam berbagai kesempatan menimbulkan pertanyaan kritis: mengapa efisiensi fiskal tidak dimulai dari struktur pemerintahan itu sendiri, khususnya melalui perampingan kabinet?
Dalam konteks tata kelola negara, efisiensi anggaran bukan hanya soal memotong belanja barang atau subsidi, tetapi juga soal bagaimana pemerintah mengelola sumber daya manusia dan birokrasi secara efektif.
Kabinet Merah Putih saat ini dikenal sebagai salah satu yang terbesar di dunia, dengan lebih dari 30 menteri, belum termasuk wakil menteri, staf khusus, dan berbagai lembaga non-kementerian.
Terakhir, pemerintah menambah pejabat dengan mengangkat Deddy Corbuzier, pendukung Prabowo ketika Pilpres 2024, sebagai staf khusus (stafsus) menteri pertahanan.
Baca juga: Efisiensi Anggaran: Memangkas Administratif atau Layanan Publik?
Pengangkatan Deddy Corbuzier sebagai stafsus Menhan di tengah efisiensi besar-besaran adalah sebuah ironi. Jika efisiensi benar-benar dijadikan pijakan, semestinya pemerintah lebih selektif dan transparan dalam setiap pengangkatan pejabat.
Struktur pemerintah yang gemuk tentu berdampak langsung pada besaran anggaran yang dibutuhkan, mulai dari gaji, tunjangan, fasilitas, hingga biaya operasional lainnya.
Perampingan kabinet tidak serta-merta berarti penurunan kinerja pemerintah. Sebaliknya, kabinet yang lebih ramping justru bisa meningkatkan efektivitas pengambilan keputusan.
Dengan jumlah menteri yang lebih sedikit, koordinasi antarlembaga menjadi lebih mudah dan cepat.
Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jerman mengelola pemerintahan dengan jumlah menteri yang jauh lebih sedikit, tetapi tetap mampu menjalankan roda pemerintahan secara efisien dan responsif.
Selain itu, perampingan kabinet juga membuka peluang untuk mengurangi tumpang tindih kewenangan antarkementerian.
Selama ini, tidak jarang terjadi gesekan atau kebingungan akibat batasan tugas yang tidak jelas, pada akhirnya menghambat implementasi kebijakan publik.
Dengan struktur lebih sederhana, pemerintah bisa lebih fokus pada prioritas pembangunan nasional tanpa terjebak dalam birokrasi berbelit.
Baca juga: Ironi Kemenkeu yang Konon Berintegritas
Upaya penghematan anggaran sering kali berujung pada pemotongan subsidi atau program sosial yang berdampak langsung pada masyarakat.
Padahal, ada banyak pos pengeluaran yang bisa dioptimalkan tanpa membebani rakyat kecil. Salah satunya adalah anggaran untuk birokrasi pemerintahan yang gemuk.
Memangkas kabinet berarti mengurangi biaya operasional negara dalam skala signifikan. Anggaran yang biasanya digunakan untuk mendanai kementerian yang tumpang tindih bisa dialihkan untuk program-program lebih produktif, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.