JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI bakal menggelar sidang perdana terhadap lima anggota nonaktif DPR RI seusai aksi unjuk rasa 25-31 Agustus 2025 lalu pada Rabu (29/10/2025).
Sidang perdana ini beragendakan registrasi perkara sekaligus pendalaman laporan, sehingga tidak perlu dihadiri oleh anggota DPR RI nonaktif yang menjadi teradu.
“Ya memang, ini kan sidang awal. Registrasi perkara kan teradu tidak perlu datang dan katanya hari ini jadi ya,” ujar Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad saat dihubungi, Rabu (29/10/2025).
Baca juga: Nasdem Belum Siapkan Pengganti Sahroni dan Nafa Urbach, Tunggu Putusan MKD
asco menuturkan, pada sidang awal ini, MKD akan menelaah hasil kajian atas pengaduan tersebut hingga menjadwalkan sidang-sidang berikutnya.
"Kita melakukan sidang awal, itu sidang awal itu adalah melakukan telaah hasil kajian perkara dan lalu melakukan register perkara dan lalu kemudian menjadwal pemanggilan sidang-sidang, itu agendanya," kata dia.
Meski begitu, Dasco belum menjelaskan secara detail jadwal sidang perdana terkait dugaan pelanggaran kode etik tersebut akan dimulai.
“Saya enggak tahu, katanya hari ini jadi,” ucap politikus Partai Gerindra tersebut.
Baca juga: Dasco Sebut MKD Gelar Sidang Pelanggaran Etik Sahroni hingga Uya Kuya pada 29 Oktober
Adapun para anggota DPR yang diadukan adalah Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi Partai Nasdem, Adies Kadir dari Fraksi Golkar, serta Uya Kuya dan Eko Patrio dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN).
Diberitakan sebelumnya, Dasco mengungkapkan, MKD diizinkan menggelar sidang dugaan pelanggaran etik sejumlah anggota dewan yang dinonaktifkan fraksi.
“Pimpinan DPR sudah mengizinkan untuk mengadakan sidang terbuka MKD di masa reses," kata Dasco saat dihubungi, Rabu (22/10/2025).
Baca juga: Tak Hanya 5 Orang, MKD DPR: Anggota Lain Berpotensi Menyusul Dinonaktifkan
Untuk diketahui, Sahroni, Nafa Urbach, Adies, Uya Kuya, dan Eko Patrio dinonaktifkan oleh fraksi masing-masing buntut pernyataan kontroversial mereka.
Kalimat yang mereka lontarkan ke publik dinilai turut memantik kemarahan dan demonstrasi besar akhir Agustus lalu.
Pernyataan itu meliputi penjelasan data tentang kenaikan tunjangan perumahan anggota dewan hingga pernyataan tidak empati.
Baca juga: Ahmad Sahroni Disebut Tak Berniat Hijrah dari Nasdem ke PSI
Salah satu pernyataan tidak empati itu berasal dari Sahroni yang menyebut orang yang mengusulkan DPR RI dibubarkan "tolol".
"Melanggar etik, yang pertama, ngomong tolol itu melanggar etik," kata Nazaruddin saat dihubungi Kompas.com, 31 Agustus 2025.
Tidak lama kemudian, pimpinan masing-masing partai politik menonaktifkan Sahroni dan kawan-kawan dari keanggotaan di DPR.
Namun, keputusan itu tidak membuat mereka dipecat dari Senayan.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang