SIDOARJO, KOMPAS.com – Sejumlah industri tahu di Desa Tropodo, Sidoarjo, Jawa Timur, masih menggunakan sampah plastik sebagai bahan bakar meski telah dilarang. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sidoarjo mencatat, setidaknya ada 60 pabrik tahu yang masih beroperasi di wilayah tersebut.
Kepala DLH Sidoarjo, Bahrul Amiq, mengungkapkan bahwa praktik ini telah berlangsung selama lebih dari dua dekade. Awalnya, pabrik tahu menggunakan kayu sebagai bahan bakar, namun beralih ke limbah plastik demi menekan biaya.
“Tapi ketika mulai orang ini kreatif dan menghemat biaya, supaya dia untung, nah dia mulai ngelirik bahan bakar yang non kayu,” kata Bahrul Amiq kepada *Kompas.com*, Jumat (9/5/2025).
Baca juga: Muak dengan Ledakan dan Polusi Udara, Emak-emak Geruduk Tambang Batu Proyek Cisokan
Bahan bakar yang digunakan antara lain karet, sepatu, styrofoam, PVC, serta sisa-sisa sandal dan helm. Menurut Amiq, penggunaan material tersebut menghasilkan asap yang sangat pekat.
“Mereka menggunakan, karet, sepatu, styroform, PVC, kadang itu sisa-sisa dari sandal, terus helm. Nah itu sih memang menimbulkan ledakan asap yang pekat, yang hitam pekat,” jelasnya.
Selain berasal dari sekitar Sidoarjo, limbah plastik yang dibakar juga diduga berasal dari luar daerah, bahkan luar negeri. Namun, DLH belum memastikan apakah limbah itu tergolong RDF (Refuse-Derived Fuel) atau bukan.
“RDF itu hampir kurang lebih bentuknya sama sebenarnya dengan bahan-bahan plastik yang sedikit bercampur organik, itu masih aman lah kan. Saya pikir itu kan juga digunakan untuk industri juga,” ujarnya.
Baca juga: Upaya Pemprov Banten Kurangi Polusi Udara, Termasuk Ganjil Genap di Tangerang Raya
Pemkab Sidoarjo sebelumnya telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 600.4/1341/438.5.11/2025 yang melarang penggunaan sampah karet, spons, dan styrofoam sebagai bahan bakar di industri tahu Tropodo.
DLH mencatat, konsentrasi partikel PM2.5 di tiga titik dalam radius 300 meter dari cerobong asap industri tahu di Dusun Klagen, Desa Tropodo, telah melebihi ambang batas aman. Risiko pajanan PM2.5 kepada warga mencapai nilai 19,8 (RQ > 1), yang menunjukkan tingkat bahaya tinggi terhadap kesehatan.
Tingginya pencemaran udara ini disebut berasal dari emisi bahan bakar tidak ramah lingkungan yang digunakan oleh industri tahu.
Pemerintah meminta pelaku usaha tahu segera beralih ke bahan bakar ramah lingkungan. Jika masih ditemukan pelanggaran, tindakan tegas akan diambil.
“Jika dalam pengawasan masih ditemui penggunaan bahan bakar tersebut di atas, maka kami akan melakukan tindakan tegas sesuai dengan regulasi,” ucap Amiq.
DLH Sidoarjo menyatakan akan mengupayakan subsidi bahan bakar alternatif seperti *wood pallet* dan tungku, meskipun implementasinya melibatkan banyak pihak.
“Saya juga masih nunggu provinsi kira-kira itu komitmennya kayak apa, dalam arti itu bantuan atau nanti subsidi-nya. Nah garansinya apa supaya mereka ini berubah,” jelasnya.
Meski polusi udara kian parah, pemerintah memastikan tidak akan menutup operasional pabrik tahu. Sebagai solusi jangka menengah, Bupati Sidoarjo Subandi berencana menawarkan bantuan CSR dari pihak swasta.
“Pak Bupati kemarin itu juga memikirkan ada CSR juga misalnya yang bisa untuk meringankan beban mereka atau setidaknya mereka jangan sampai rugi kan gitu lho,” pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang