KOMPAS.com – Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengungkapkan kondisi kritis Daerah Aliran Sungai (DAS) Ayung di Bali yang kini hanya memiliki tutupan pohon sekitar 3 persen dari luas total.
Padahal, secara ideal, minimal 30 persen kawasan DAS harus ditutupi hutan untuk bisa menahan aliran air sungai di bawahnya.
DAS Ayung membentang seluas 49.500 hektar dan menaungi sejumlah aliran sungai penting seperti Tukad Badung, Tukad Mati, dan Tukad Singapadu.
Baca juga: Kementerian LH Bakal Evaluasi Tata Ruang Bali, Tutupan Hutan di DAS Ayung Sisa 3 Persen
Namun, data terbaru menunjukkan hanya sekitar 1.500 hektar area yang masih tertutup pohon.
“Konversi lahan dari hutan menjadi non-hutan seluas 459 hektare terjadi sejak 2015 hingga 2024. Angka itu memang kecil dibanding pulau besar lain, tapi untuk Bali yang kecil, ini sangat besar dampaknya,” jelas Hanif dilansir dari Antara (13/5/2025).
Menurut Hanif, perubahan lanskap DAS Ayung bukanlah fenomena baru. Sejak lama, lahan hutan di kawasan tersebut beralih fungsi menjadi pertanian terbuka, pertanian campuran, hingga permukiman.
Perubahan terbesar justru terjadi karena pembangunan permukiman, termasuk vila dan penginapan, yang semakin mengurangi daya resap air.
Kondisi ini membuat DAS Ayung tak mampu menahan hujan ekstrem. Hanif mencontohkan peristiwa Selasa hingga Rabu dini hari lalu, ketika hujan dengan intensitas 245,75 mm dalam sehari mengguyur Bali.
Dalam hitungan teknis, satu meter persegi lahan menerima 245 liter air dalam sehari, jumlah yang jauh melampaui kapasitas resapan DAS saat ini.
Kementerian Lingkungan Hidup bersama Pemerintah Provinsi Bali sepakat mengembalikan fungsi alami DAS melalui reforestasi dan revegetasi.
Langkah ini diharapkan bisa menekan risiko bencana hidrometeorologi seperti banjir besar yang baru-baru ini melanda.
“Kita akan lakukan pengawasan ketat agar tidak ada lagi konversi lahan yang tidak perlu, terutama untuk vila dan penginapan yang justru mengganggu serapan air,” tegas Hanif.
Gubernur Bali Wayan Koster menambahkan, pihaknya menjadikan banjir besar kali ini sebagai pelajaran penting. Ia menegaskan perlunya penelusuran dari hulu hingga hilir untuk melihat sejauh mana penggundulan hutan dan pengurangan area resapan air terjadi.
Baca juga: Bali Banjir, FAJI Sebut Rafting di Sungai Ayung Ubud Masih Aman
“Kalau hutan berkurang, otomatis potensi banjir saat hujan lebat akan semakin besar. Ini tanggung jawab kita untuk menjaga Bali agar lebih tahan terhadap bencana di masa depan,” ujar Koster.
Hanif juga mengingatkan bahwa kejadian banjir besar tidak akan berhenti di satu peristiwa saja, mengingat perubahan iklim global telah memicu hujan ekstrem lebih sering terjadi.