DALAM putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada 27 Mei 2025, negara diingatkan kembali akan mandat konstitusional untuk menjamin pendidikan dasar tanpa biaya bagi seluruh warga negara.
Putusan ini bukan sekadar koreksi yuridis atas Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, melainkan seruan moral dan politik yang mengingatkan negara bahwa hak atas pendidikan tidak boleh dikompromikan oleh dalih fiskal ataupun sekat administratif.
Secara normatif, Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 tegas menyebut bahwa pemerintah wajib membiayai pendidikan dasar.
Namun dalam praktik, beban biaya justru tetap dirasakan oleh banyak keluarga, terutama mereka yang anaknya tidak tertampung di sekolah negeri dan harus bersekolah di lembaga swasta.
Putusan MK tersebut mencoba mengoreksi kekosongan tanggung jawab negara dalam konteks keterbatasan daya tampung pendidikan negeri.
Putusan MK menegaskan bahwa frasa "tanpa memungut biaya" tidak dapat dimaknai hanya berlaku bagi sekolah negeri.
Baca juga: Putusan MK: Sekolah Swasta Bukan Lagi Anak Tiri Negara
Dalam situasi nyata di banyak daerah, keterbatasan infrastruktur dan kapasitas sekolah negeri membuat sebagian besar anak usia sekolah dasar dan menengah pertama hanya memiliki pilihan bersekolah di sekolah swasta.
Bila negara membiarkan realitas ini tanpa intervensi, maka keadilan sosial sebagaimana dijanjikan konstitusi kehilangan maknanya.
MK tidak hanya memutuskan pembacaan ulang norma hukum, tetapi juga menyampaikan bahwa pembiayaan pendidikan dasar adalah tanggung jawab negara yang tidak boleh dibebankan kepada peserta didik, terlepas dari status sekolah tempat ia belajar.
Tafsir progresif ini menempatkan konstitusi sebagai alat keadilan substantif, bukan semata prosedural.
Sebagaimana ditegaskan MK, pelaksanaan putusan ini mesti dilakukan secara bertahap, selektif, dan afirmatif.
Prinsip bertahap merujuk pada keterbatasan fiskal negara. Prinsip selektif menuntut kebijakan diarahkan pada kelompok yang paling membutuhkan. Sementara prinsip afirmatif memberi ruang tindakan korektif terhadap ketimpangan yang selama ini terjadi.
Namun implementasi tiga prinsip ini menuntut perencanaan matang. Pemerintah pusat dan daerah perlu membangun peta jalan (roadmap) yang menjelaskan strategi jangka pendek, menengah, dan panjang untuk menjamin seluruh peserta didik memperoleh pendidikan dasar secara cuma-cuma.
Ini bukan sekadar soal alokasi anggaran, melainkan desain ulang kebijakan afirmatif di sektor pendidikan.
Baca juga: Arah Baru Keberpihakan dan Keadilan Pendidikan
Misalnya, kebijakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk sekolah swasta perlu diperluas cakupannya.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya