PYONGYANG, KOMPAS.com - Jika Donald Trump menang atau terpilih sebagai Presiden AS, Korea Utara (Korut) ingin membuka kembali perundingan nuklir dengan Amerika Serikat (AS).
Hal itu dikatakan seorang diplomat senior Korut Ri Il Gyu yang yang baru-baru ini membelot ke Korea Selatan, dikutip dari Reuters pada Kamis (1/8/2024).
Kaburnya Ri dari Kuba itu menjadi berita utama secara global bulan lalu. Ia merupakan diplomat Korea Utara dengan peringkat tertinggi yang membelot ke Korea Selatan sejak 2016.
Baca juga: Semakin Banyak Diplomat Korea Utara yang Membelot ke Korea Selatan
Dalam wawancara pertamanya dengan media internasional, Ri mengatakan Korea Utara telah menetapkan Rusia, AS, dan Jepang sebagai prioritas kebijakan luar negeri utama mereka untuk tahun ini dan seterusnya.
Sambil memperkuat hubungan dengan Rusia, Pyongyang ingin membuka kembali perundingan nuklir dengan Trump jika terpilih sebagai Presiden AS.
Sebab, Trump terlibat dalam tindakan yang sangat berbahaya dan diplomasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan Korea Utara selama masa jabatan sebelumnya.
"Para diplomat Pyongyang sedang memetakan strategi untuk skenario tersebut, dengan tujuan mencabut sanksi terhadap program senjatanya, menghapuskan penunjukan negara tersebut sebagai negara sponsor terorisme dan memperoleh bantuan ekonomi," kata Ri.
Komentarnya menandakan potensi perubahan sikap Korea Utara saat ini setelah pernyataannya baru-baru ini mengabaikan kemungkinan dialog dengan AS dan memperingatkan akan adanya konfrontasi bersenjata.
Pertemuan puncak antara pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Trump di Vietnam pada 2019 gagal karena sanksi.
Ri turut menyalahkan keputusan Kim yang mempercayakan diplomasi nuklir kepada komandan militer yang tidak berpengalaman dan tidak mengerti.
"Kim Jong Un tidak tahu banyak tentang hubungan internasional dan diplomasi, atau bagaimana membuat penilaian strategis," ujar dia.
"Kali ini, kementerian luar negeri pasti akan mendapatkan kekuasaan dan mengambil alih, dan tidak akan mudah bagi Trump untuk mengikat tangan dan kaki Korea Utara lagi selama empat tahun tanpa memberikan apa pun," jelasnya.
Baca juga: Mantan Pejabat Gedung Putih Dituduh Jadi Agen Korea Selatan
Sedangkan dengan menjalin hubungan yang lebih erat dengan Rusia, Korea Utara menerima bantuan dalam bidang teknologi rudal dan ekonominya.
Namun manfaat yang lebih besar adalah memblokir sanksi tambahan dan melemahkan sanksi yang sudah ada. Dengan begitu hal ini akan meningkatkan daya tawar Pyongyang terhadap Washington.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini