Penulis: Yu-chen Li/DW Indonesia
SINGAPURA, KOMPAS.com - Dialog Shangri-La, forum pertahanan dan keamanan terbesar di Asia yang digelar setiap tahun di Singapura dan tahun ini berlangsung dari 30 Mei sampai 1 Juni.
Amerika Serikat (AS) memberikan pesan yang jelas bahwa kawasan Indo-Pasifik adalah prioritas utama pemerintahan Donald Trump, di tengah apa yang mereka anggap sebagai sikap agresif dari China.
Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth mendesak sekutu-sekutu di Asia untuk meningkatkan pertahanan mereka sebagai respons terhadap peningkatan aktivitas militer China di dekat Taiwan, wilayah yang diklaim Beijing sebagai miliknya.
Baca juga: Ketegangan AS-China Masih Berlanjut, Kini Vietnam Dilarang Impor Barang dari Beijing
Hegseth menyebut China lebih dari 20 kali dalam pidato pertamanya di Dialog Shangri-La, dan memberikan peringatan keras soal kemungkinan rencana Beijing untuk menyerang Taiwan.
"Setiap upaya Komunis China untuk menaklukkan Taiwan dengan kekuatan militernya akan membawa konsekuensi kehancuran bagi Indo-Pasifik dan dunia. Tidak perlu diperhalus,” ujar Hegseth pada Sabtu (31/5/2025).
"Ancaman dari China itu nyata, dan bisa saja terjadi dalam waktu dekat. Kami berharap tidak, tapi kemungkinan itu ada," tambahnya.
Laksamana Muda Hu Gangfeng, pemimpin delegasi China dari Universitas Pertahanan Nasional Tentara Pembebasan Rakyat, menyebut pernyataan itu sebagai tuduhan tidak berdasar.
Keesokan harinya, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) China mengeluarkan pernyataan yang memprotes tuduhan Hegseth, dengan mengatakan kehadiran militer AS di wilayah Asia Pasifik adalah penyebab kawasan itu menjadi mesiu yang siap meledak.
Baca juga: Perang Dagang AS-China Mereda, Beijing Tangguhkan Sejumlah Pembatasan
Sesi pleno yang biasanya digunakan Beijing untuk memaparkan strategi Indo-Pasifik mereka ditiadakan tahun ini, dan spekulasi soal alasan ketidakhadiran Menteri Pertahanan (Menhan) China Dong Jun terus bergulir sepanjang forum yang berlangsung tiga hari itu.
Zhou Bo, peneliti senior di Pusat Keamanan dan Strategi Internasional Universitas Tsinghua, mengatakan kepada DW bahwa ketidakhadiran Menhan China itu disebabkan oleh bentroknya agenda perjalanan, bukan karena alasan strategis.
Namun, analis lain berpendapat bahwa China mungkin ingin menghindari pertanyaan-pertanyaan soal isu keamanan saat ini.
Faktor lainnya, bisa jadi karena Washington untuk pertama kalinya mempresentasikan kebijakan Indo-Pasifiknya di panggung global.
Baca juga: Negosiasi AS-China Capai Kemajuan, Sinyal Perang Dagang Mereda?
"Menurut saya, China memilih pendekatan yang lebih hati-hati dan defensif kali ini. Mereka menunggu langkah dari AS,” kata Lin Ying-Yu, asisten profesor di Institut Pascasarjana Urusan Internasional dan Studi Strategis Universitas Tamkang, Taiwan.
"Setelah AS menyampaikan pernyataannya, barulah (China) akan merespons,” tambahnya.