DEN HAAG, KOMPAS.com - Aksi protes anti-imigrasi di Den Haag, Belanda, berujung ricuh pada Sabtu (20/9/2025). Ratusan orang yang hadir dalam demonstrasi tersebut bentrok dengan polisi, membakar mobil patroli, serta merusak kantor salah satu partai politik.
Massa berpakaian hitam sambil membawa bendera Belanda dan simbol kelompok sayap kanan menyerang aparat dengan batu dan botol. Salah satu kendaraan polisi ikut dibakar.
Polisi merespons dengan tembakan gas air mata dan meriam air untuk membubarkan kerumunan.
Baca juga: Demo di Belanda Rusuh: Mobil Polisi Dibakar, 30 Orang Ditangkap
Menurut laporan media lokal, demonstran juga memblokir jalan raya dan merusak kantor Partai Demokrat 66 (D66) dengan memecahkan jendela.
Pemimpin D66, Rob Jetten, mengecam demo di Belanda yang ricuh tersebut.
“Sampah. Jauhkan tangan kalian dari partai politik. Jika kalian pikir bisa mengintimidasi kami, sial. Kami tidak akan pernah membiarkan negara kami yang indah direbut oleh para perusuh ekstremis,” tulis Jetten di X.
Perdana Menteri sementara Belanda, Dick Schoof, menyebut kerusuhan itu sebagai gambaran yang mengejutkan. Ia menilai serangan terhadap polisi dan kantor D66 sama sekali tidak dapat diterima.
“Selalu ada ruang untuk demonstrasi, tidak pernah untuk kekerasan,” tegas Schoof, dikutip dari Euronews.
Ratusan orang awalnya berkumpul di Malieveld, Den Haag, setelah seorang perempuan muda yang dikenal dengan nama “Els Rechts” menyerukan protes di media sosial. Ia menuntut kebijakan suaka yang lebih ketat.
Namun, seusai kerusuhan, Els Rechts buru-buru mengecam tindak kekerasan.
“Saya berasumsi orang-orang datang untuk berdemonstrasi secara damai, tetapi sayangnya, entah apa alasannya, hasilnya sangat berbeda,” tulisnya di X.
Ia menambahkan, tidak akan mengorganisir aksi itu jika mengetahui akan berujung rusuh.
Baca juga: Duka Warga Israel Berujung Seruan Pengakuan Negara Palestina di Sidang Umum PBB
Kericuhan terjadi menjelang pemilu dadakan Belanda pada 29 Oktober 2025. Pemilu digelar setelah pemerintahan sebelumnya runtuh akibat mundurnya menteri-menteri Partai Untuk Kebebasan (PVV) pimpinan Geert Wilders, menyusul perbedaan tajam terkait kebijakan migrasi.
Wilders, yang menolak undangan berbicara dalam demonstrasi, juga mengecam kerusuhan tersebut. Menurutnya, kekerasan sama sekali tidak dapat diterima.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang